Kanal24, Malang – Kabar menggembirakan datang dari dunia ketenagakerjaan internasional. Sebanyak 100 negara membuka kesempatan kerja bagi 1,7 juta warga negara Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, yang menyebut bahwa tawaran ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk menekan angka pengangguran sekaligus meningkatkan daya saing tenaga kerja nasional.
Aliansi Serikat Pekerja Indonesia (ASPIRASI) menyambut baik kabar ini dan menyebutnya sebagai angin segar di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi beberapa waktu terakhir. Presiden ASPIRASI, Mirah Sumirat, mengatakan bahwa peluang ini bisa menjadi solusi konkret bagi tingginya angka pengangguran di dalam negeri.
Baca juga:
UB Tampilkan Inovasi Kampus AI di Forum Internasional 12 Negara
“Ini sangat bagus jika memang bisa membantu mengurangi pengangguran. Ini membuka peluang baru bagi buruh Indonesia,” ujar Mirah kepada Liputan6.com, Senin (14/4/2025).
Meski demikian, ASPIRASI mengingatkan bahwa peluang besar ini harus diimbangi dengan langkah konkret dari pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan pasar global. Pemerintah dinilai perlu menyusun program pelatihan terpadu, menyediakan informasi pasar kerja luar negeri yang akurat, dan menyederhanakan proses administrasi bagi tenaga kerja migran.
“Yang harus dilakukan pemerintah adalah menyiapkan tenaga kerja yang terampil, link and match dengan kebutuhan pasar, mulai dari dokumen hingga peningkatan keterampilan,” tegas Mirah.
Menurutnya, untuk menjawab tantangan global, Indonesia harus fokus pada tiga hal utama: skilling, upskilling, dan reskilling. Dengan strategi ini, tenaga kerja Indonesia tak hanya siap bekerja di luar negeri, tetapi juga bisa bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.
Sektor Siap dan Belum Siap
Kesiapan buruh Indonesia dalam mengisi lowongan kerja tersebut dinilai berbeda-beda tergantung pada sektor yang dituju. Untuk bidang seperti pertanian, perikanan, dan perkebunan, pekerja Indonesia dianggap sudah memiliki pengalaman dan keterampilan yang cukup. Namun, untuk sektor-sektor berbasis teknologi, digitalisasi, dan industri kreatif, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal keterampilan dan penguasaan teknologi.
ASPIRASI mendorong pemerintah untuk memperkuat pendidikan vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan pasar global. Penguatan ini termasuk dalam peningkatan tenaga pengajar, sarana dan prasarana pelatihan, serta kurikulum yang relevan dengan tren industri global.
“Pemerintah harus menyesuaikan pelatihan vokasi dengan kebutuhan pasar global, termasuk meningkatkan tenaga pengajar, sarana dan prasarana, serta membangun ekosistem pelatihan yang relevan,” jelas Mirah.
Risiko Eksploitasi dan Tanggung Jawab Pemerintah
ASPIRASI juga mengingatkan adanya potensi eksploitasi terhadap pekerja migran Indonesia. Diperlukan sistem pengawasan yang ketat, validasi perusahaan penerima tenaga kerja, serta jaminan perlindungan hak-hak pekerja.
“Perusahaan harus valid, dokumen lengkap, pekerja harus terampil, dan ada sistem cepat tanggap jika terjadi masalah di negara tujuan,” ujar Mirah.
Ia menekankan pentingnya keberadaan sistem pengaduan dan perlindungan yang kuat, agar pekerja Indonesia tidak menjadi korban praktik-praktik ketenagakerjaan yang tidak adil di luar negeri.
Jangan Jadi Peluang Sesaat
ASPIRASI optimis bahwa tawaran 1,7 juta lowongan ini bukanlah fenomena sesaat. Negara-negara dengan populasi menurun dan kebutuhan tenaga kerja tinggi diperkirakan akan terus membuka pintu bagi pekerja asing. Namun, peluang ini hanya bisa dimanfaatkan jika tenaga kerja Indonesia benar-benar siap, terampil, dan memiliki produktivitas tinggi.
Baca juga:
UB Tingkatkan Reputasi Internasional, Raih Peringkat ke-7 di EduRank
Untuk itu, strategi jangka panjang sangat diperlukan agar keberangkatan tenaga kerja Indonesia tidak hanya memberi keuntungan ekonomi bagi negara tujuan, tetapi juga berdampak besar terhadap kesejahteraan keluarga pekerja, pertumbuhan remitansi nasional, dan penguatan posisi Indonesia di kancah global.
“Di sinilah pentingnya peran besar pemerintah untuk mengatasi perubahan sektor industri menuju teknologi,” tutup Mirah.
Dengan tawaran fantastis dari 100 negara ini, kini pertanyaannya: sudah siapkah Indonesia menempatkan jutaan warganya sebagai tenaga kerja unggulan di panggung dunia? (nid)