Kanal24, Malang – Bank Dunia mengeluarkan peringatan keras mengenai kondisi ekonomi global yang semakin memburuk akibat perang dagang. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,8% pada tahun 2025, setengah poin persentase lebih rendah dibandingkan proyeksi pada Januari lalu.
Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, dalam pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington pekan ini, mengungkapkan bahwa setengah dari sekitar 150 negara berkembang menghadapi risiko gagal bayar utang. Ia menilai ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat, Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan negara lain, menjadi faktor utama yang memperparah ketidakstabilan keuangan global.
Baca juga:
Pakar UB: Dampak 2 Sisi Tarif Trump bagi Ekonomi Indonesia
“Ini adalah perlambatan mendadak di atas situasi yang memang sudah tidak terlalu baik,” ujar Gill, dikutip dari US News, Senin (28/4/2025). Ia menambahkan bahwa perdagangan global kini diperkirakan hanya tumbuh 1,5%, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan 8% yang terlihat pada era 2000-an.
Gill juga menyoroti merosotnya aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke negara berkembang. Saat masa-masa ekonomi baik, FDI bisa mencapai 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun kini, kata Gill, angka itu anjlok menjadi hanya 1%. Aliran portofolio pun mengalami penurunan drastis.
Dampak dari perang dagang dan melemahnya investasi membuat negara-negara berkembang menghadapi tekanan ganda: perlambatan ekonomi dan beban utang yang membengkak. “Jika pertumbuhan global melambat, perdagangan melambat, dan suku bunga tetap tinggi, lebih banyak negara akan mengalami kesulitan utang, termasuk negara-negara pengekspor komoditas,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bank Dunia memperingatkan bahwa situasi ini bisa memburuk jika kebijakan tarif baru terus diberlakukan tanpa upaya penyelesaian. Hal ini bisa memperbesar jumlah negara yang kesulitan membayar utang luar negeri, memperparah ketidakstabilan ekonomi global.
Utang Luar Negeri Indonesia Menurun
Di tengah ketidakpastian global tersebut, Indonesia mencatat kabar baik. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2025 mengalami penurunan.
Berdasarkan data resmi BI, posisi ULN Indonesia pada Februari tercatat sebesar USD427,2 miliar, sedikit menurun dibandingkan Januari 2025 yang sebesar USD427,9 miliar. “Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 4,7% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 5,3% pada Januari 2025,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, Senin (28/4/2025).
Penurunan tersebut, menurut Denny, dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan utang sektor publik dan kontraksi pertumbuhan utang sektor swasta. Selain itu, faktor penguatan dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah, turut memengaruhi perkembangan ULN.
Denny juga menyebutkan bahwa ULN pemerintah tercatat sebesar USD204,7 miliar, turun tipis dari bulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan ULN pemerintah tercatat sebesar 5,1% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan Januari yang sebesar 5,3% (yoy).
“Perkembangan ini utamanya dipengaruhi oleh perpindahan penempatan dana investor nonresiden dari Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen investasi lain, seiring tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global,” ujarnya.
Baca juga:
Ekonomi Digital Sumbang Rp 33,39 Triliun Pajak Awal 2025
Pemerintah Indonesia, lanjut Denny, tetap berkomitmen menjaga kredibilitas dalam pengelolaan utang. Komitmen ini diwujudkan dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu serta mengelola ULN secara pruden untuk mendukung pembiayaan pembangunan nasional secara optimal.
Meski demikian, Bank Dunia mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh lengah. Dengan perang dagang yang terus berlangsung dan tekanan eksternal yang kian berat, ketahanan ekonomi dalam negeri harus diperkuat agar dapat menghadapi potensi guncangan ke depan. (nid)