KANAL24, Malang – Bedah Buku “Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia” dari Penulis Peter Carey di FISIP UB Senin (4/11/2019) . Acara ini merupakan rangkaian dari Dies Natalies ke 16 fakultas jingga tersebut. hadir sebagai pembahas Prof. Dr. Unti Ludigdo Dekan FISIP UB dan JJ. Rizal yang merupakan seorang sejarawan.
Dalam pembahasannya, Rizal membahas mengenai sejarah korupsi di Indonesia yang berawal dari VOC. Tugas pertama Daendels adalah membangun dasar-dasar dan meruntuhkan apa yang dibangun oleh VOC. Model kekuasaan diganti dengan kekuasaan hukum.
“Tetapi, ketika Daendels ingin memperbaiki suatu sistem yang korup itu, justru ia sendiri menjadi koruptor. Daendels dimakan oleh budaya yang akan diubahnya. Jadi, kalau ada yang bilang revolusi memakan anaknya sendiri, Daendels ini korbannya,” terangnya.
Unti Ludigdo mengapresiasi buku ini, karena memberikan rasa yang berbeda dalam kajian korupsi, setidaknya membaca berbagai tutur naratifnya seolah membaca novel sejarah. Rentang peristiwa yang terjadi berkelindan dengan keadaan koruptif disajikan dalam narasi sejarah yang panjang, yakni di era Daendels 1808 – era reformasi Indonesia 2017.
“Buku ini mengisi ruang diskusi korupsi yang masih longgar dengan perspektif sejarahnya. Referensi naskah dan gambar memperkaya paparan data yang tersaji sehingga memperkuat hadirnya suatu peristiwa yang berkaitan dengan korupsi. Lingkup peristiwa pada 4 negara yakni Indonesia, Belanda, Inggris dan Prancis yang memang kesejarahannya saling terkait, menunjukkan upaya penulis untuk menarasikan sejarah secara lebih komprehensif,” jelasnya.
Pelajaran yang didapat adalah korupsi terjadi dimana-mana dengan dinamika yang mengikuti keadaan pada masanya. Korupsi tidak hanya terjadi dalam relasi antar organ atau peristiwa yang bersifat lokal namun juga internasional.
Inggris menyelesaikan persoalan korupsi sekitar 150 tahun dan setelahnya dapat menata kekuatan sistem yang anti korup. Akan tetapi, di buku ini Belanda sebagai kolonialis Indonesia belum terpaparkan secara memadai.
Selanjutnya, penyelesaian korupsi di Inggris dilakukan secara menyeluruh dengan pendekatan perlakuan hukum yang “relatif” sama kepada semua warga. Pengarusutamaan peran keagamaan (Injili Anglikan), sebagai manifestasi peningkaan kesadaran transenden. Penguatan etika (utilitarian), bahwa korupsi tidak memberi manfaat kepada banyak pihak. Reformasi menyeluruh pada semua sektor, khususnya militer dan universitas. Bangsawan dan petinggi militer yang abuse of power dianggap sebagai pengkhianat negara dan dihukum berat. Gaji pegawai, termasuk tentara dinaikkan dengan nominal yang tinggi.
Selain itu, Guru Besar etika tersebut juga memberikan kritiknya terhadap buku ini, yang mana penulis mengunderline citra Ahok pada level yang tinggi atau sebagai tokoh anti korupsi. Sebaliknya penulis terbawa arus untuk mencitrakan suatu gerakan islam yang kurang baik (intoleran dan radikal) dan bahkan menyebutkan istilah “revolusioner Saracen” dan “Perang Badar” untuk pengkonotasian negatif.
“Gerakan islam semestinya dipahami secara lebih luas sebagai reaksi terhadap kurang responsifnya pemerintah dalam menanggulangi beberapa keburukan di masyarakat yang cenderung dibiarkan,”pungkas Unti. (meg)