Kanal24, Malang – Kompartemen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar kuliah tamu bertajuk “Perkembangan Kedudukan Pengadilan Pajak Pasca Berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023” pada Senin (26/05/2025). Acara ini menghadirkan narasumber istimewa, Dr. Ruwaidah Afiyati, S.E., S.H., M.M., M.H., CFrA., Hakim Pengadilan Pajak Republik Indonesia, yang memberikan paparan mendalam tentang perubahan struktural dan konseptual dalam sistem peradilan pajak Indonesia.
Dalam paparannya, Dr. Ruwaidah menyampaikan bahwa Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 menjadi momen penting dalam sejarah peradilan pajak karena menegaskan bahwa Pengadilan Pajak harus berada di bawah naungan Mahkamah Agung (MA), bukan lagi Kementerian Keuangan. Hal ini mempertegas independensi pengadilan pajak dan menghapus kemungkinan intervensi dari pihak eksekutif.
Baca juga:
Kuliah Tamu FH UB Bahas Peran Hukum Perdata Internasional di Era Global

“Saya sangat setuju dengan putusan MK ini karena memperkuat eksistensi Pengadilan Pajak sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan Insyaallah independen. Prosesnya memang butuh waktu, dan kita diberi tenggat hingga 31 Desember 2026,” ujar Ruwaidah.
Tantangan Transisi: SDM, Infrastruktur, dan Regulasi
Namun, dalam proses transisi ini terdapat sejumlah tantangan besar. Salah satunya adalah perubahan dalam proses rekrutmen dan pembinaan hakim yang selama ini melibatkan Kementerian Keuangan. Sesuai dengan putusan MK, ke depan semua proses rekrutmen harus dilakukan oleh Mahkamah Agung secara penuh.
Ruwaidah menyoroti bahwa tidak hanya proses hukum yang berubah, tetapi juga aspek teknis seperti siapa yang menerima dan mengelola berkas perkara, struktur organisasi, hingga penyediaan gedung pengadilan pajak yang selama ini belum dimiliki secara mandiri.
“Kita belum punya gedung sendiri. Harapannya, setelah bergabung secara struktural di bawah MA, kita bisa punya gedung pengadilan yang megah seperti pengadilan lainnya,” imbuhnya.
Terkait dengan keberlanjutan SDM sekretariat pengadilan pajak, ia berharap personel yang sebelumnya berada di bawah Kemenkeu bersedia tetap bergabung dalam struktur baru yang berada di bawah MA. Selain itu, revisi terhadap Undang-Undang Pengadilan Pajak dan hukum acaranya juga dianggap sangat mendesak untuk menyelaraskan kerangka hukum dengan semangat independensi baru.
Menjawab Keraguan Publik
Perubahan ini, menurut Ruwaidah, juga menjawab keraguan publik terhadap netralitas Pengadilan Pajak. Selama ini, dengan hakim yang mayoritas berasal dari Kementerian Keuangan dan masih berstatus PNS aktif (meskipun dinonaktifkan), persepsi independensi sering dipertanyakan.
“Kami selalu bilang kami independen, tapi pihak luar kadang masih tidak percaya. Dengan struktur satu atap bersama MA, tidak ada lagi alasan untuk meragukan independensi kami,” tegasnya.
Peran Akademisi dan Harapan terhadap Mahasiswa
Sebagai akademisi sekaligus praktisi hukum, Ruwaidah menyambut baik kesempatan untuk berdialog dengan sivitas akademika. Ia menyampaikan bahwa masukan dari kampus sangat penting dalam menyempurnakan proses transisi ini.
“Saya senang sekali diundang dalam forum seperti ini. Kami praktisi hanya tahu sisi lapangan, tapi akademisi bisa memberi perspektif yang lebih luas, termasuk mahasiswa yang kritis dan observatif,” ungkapnya.
Ia juga mengundang mahasiswa dan dosen untuk lebih aktif mengikuti proses persidangan di Pengadilan Pajak, baik secara langsung maupun daring, agar memahami lebih dalam tentang dinamika dan tantangan hukum perpajakan di Indonesia.
“Kami sudah membuka ruang untuk sidang online. Silakan saja minta izin ke ketua pengadilan untuk mengikuti secara daring. Saya sangat mendukung,” katanya mengakhiri.

Baca juga:
Seminar FH UB Uji Substansi dan Arah RKUHAP
Kuliah tamu ini menjadi ajang refleksi dan diskusi produktif bagi mahasiswa Fakultas Hukum UB mengenai dinamika reformasi peradilan di Indonesia. Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 menjadi pijakan penting dalam memperkuat independensi Pengadilan Pajak sebagai bagian dari sistem peradilan yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi kekuasaan eksekutif.
Dengan semangat kolaborasi antara akademisi dan praktisi, diharapkan proses transisi ini dapat berjalan dengan baik, dan Pengadilan Pajak Indonesia semakin mendapat kepercayaan publik sebagai lembaga peradilan yang sejati. (nid/bel)