Kanal24, Brazil – Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota penuh BRICS menjadi perhatian dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang berlangsung di Museum of Modern Art (MAM), Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (6/7/2025) waktu setempat. Ini adalah pertama kalinya Indonesia hadir dalam forum strategis tersebut dengan status keanggotaan tetap, setelah resmi bergabung pada 1 Januari 2025.
Presiden RI Prabowo Subianto hadir langsung dalam acara prestisius tersebut, menandai debut diplomatik Indonesia di tengah konstelasi geopolitik baru. Kehadiran Prabowo mendapat sambutan hangat dari Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, bahkan secara khusus disebut dalam pidato pembukaan sebagai peserta baru yang ikut memperkuat posisi BRICS dalam mendorong tatanan global yang lebih inklusif.
“Selamat datang khususnya kepada Presiden Prabowo Subianto yang untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam Konferensi BRICS sebagai anggota penuh,” ujar Presiden Lula dalam pidatonya.
Sambutan Kehormatan di Rio de Janeiro
Setibanya di lokasi acara, Presiden Prabowo disambut dengan upacara kehormatan dan berjalan melintasi karpet merah menuju venue utama. Ia bergabung dengan para pemimpin negara anggota BRICS lainnya dalam sesi foto bersama, tampak berdiri berdampingan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Putra Mahkota Abu Dhabi Khaled bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan.
Kehadiran Indonesia dalam forum ini merupakan puncak dari peran aktifnya sejak menjadi anggota BRICS. Sejak awal tahun, Indonesia telah mengikuti 165 pertemuan dalam berbagai level, termasuk 20 di antaranya setingkat kementerian.
Forum BRICS 2025 mengusung tema “Strengthening Global South Cooperation for More Inclusive and Sustainable Governance”, menjadi semangat negara-negara berkembang untuk memperkuat kerja sama dan menata ulang arsitektur global yang dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi multipolar saat ini.
Seruan Tegas BRICS atas Konflik Global
KTT kali ini menjadi panggung penting bagi BRICS untuk menyampaikan sikap bersama terhadap sejumlah isu internasional. Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada hari yang sama, para pemimpin BRICS secara tegas mengutuk serangan terhadap Gaza dan fasilitas nuklir Iran, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional. BRICS juga mengecam tindakan terorisme di wilayah Kashmir yang dikuasai India serta menyuarakan keprihatinan atas penderitaan rakyat Palestina.
Presiden Lula bahkan mengangkat isu kegagalan intervensi militer pimpinan Amerika Serikat di Timur Tengah sebagai pelajaran penting bagi dunia internasional. Ia menyatakan bahwa BRICS harus menjadi motor utama dalam mendorong reformasi institusi global, termasuk Dewan Keamanan PBB dan Dana Moneter Internasional (IMF).
“Jika tata kelola global tidak mencerminkan realitas multipolar abad ke-21, maka BRICS harus menjadi penggerak untuk memperbaruinya,” kata Lula di hadapan para pemimpin.
Kritik juga diarahkan terhadap meningkatnya proteksionisme global, terutama kebijakan tarif impor yang dianggap membahayakan stabilitas perdagangan internasional. Dalam konteks ini, kebijakan “America First” yang kembali digaungkan oleh Presiden AS Donald Trump menjadi sorotan tersirat.
Inisiatif Ekonomi dan Teknologi
Dalam ranah ekonomi, BRICS mengumumkan uji coba BRICS Multilateral Guarantees melalui New Development Bank (NDB), bertujuan menurunkan biaya pembiayaan antaranggota dan memperkuat investasi. Langkah ini menegaskan niat BRICS untuk membangun kemandirian finansial di luar sistem keuangan yang didominasi negara-negara maju.
Adapun dalam sesi khusus mengenai kecerdasan buatan (AI), BRICS menyerukan pentingnya perlindungan terhadap penggunaan AI yang tidak sah. Para pemimpin juga mendorong transparansi serta sistem kompensasi yang adil dalam pengumpulan data, mengingat AI semakin memainkan peran penting dalam kebijakan publik dan ekonomi global.
Fokus Iklim dan Peran Negara Berkembang
Selain isu geopolitik dan teknologi, Brasil memanfaatkan forum ini untuk menguatkan peran negara-negara berkembang dalam penanganan krisis iklim. Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP) yang akan digelar di Brasil pada November, BRICS menegaskan komitmennya terhadap konservasi hutan tropis dan adaptasi perubahan iklim.
Dukungan dari China dan Uni Emirat Arab terhadap inisiatif Tropical Forests Forever Facility menjadi contoh nyata solidaritas antaranggota BRICS dalam menghadapi tantangan lingkungan global. Inisiatif tersebut menunjukkan bahwa negara-negara berkembang tidak hanya menjadi korban perubahan iklim, tetapi juga aktor utama dalam upaya solusi global.
Indonesia dan Arah Baru Diplomasi Global
Kehadiran Indonesia dalam KTT BRICS 2025 menandai babak baru arah politik luar negeri Indonesia yang lebih aktif dalam forum multipolar. Dalam sesi Leaders’ Lounge, Presiden Prabowo berdiskusi dengan sejumlah pemimpin dunia, menyampaikan pandangan Indonesia tentang pentingnya stabilitas kawasan dan pembangunan global yang merata.
Dengan bergabungnya Indonesia bersama Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, BRICS kini semakin besar dan heterogen. Tantangan untuk menyatukan visi memang semakin besar, namun kesempatan untuk memengaruhi kebijakan global juga makin terbuka.
Kehadiran Indonesia di forum ini selain menjadi langkah diplomatik, juga menjadi bagian dari strategi besar untuk menempatkan Indonesia sebagai kekuatan penghubung antara Utara dan Selatan global—sebuah jembatan perdamaian dan pembangunan yang inklusif di era multipolar.(Din)