Kanal24, Malang – Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung, pemerintah Indonesia didesak untuk mempercepat eksekusi belanja negara sebagai strategi utama untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan oleh Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Selasa (15/7/2025).
Menurut Research Director Prasasti, Gundy Cahyadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat hanya sebesar 4,87% secara tahunan (year-on-year). Angka ini dinilai masih moderat dan berpotensi tidak mengalami perbaikan signifikan pada kuartal II, mengingat konsumsi rumah tangga yang masih lemah serta sektor swasta yang masih cenderung bersikap wait-and-see terhadap arah kebijakan pemerintah.
Baca juga:
Lukisan Bung Karno Meriahkan Malang Djadoel

“Dalam situasi global yang belum stabil, belanja negara menjadi salah satu instrumen utama untuk menjaga momentum pertumbuhan. Kami melihat perlunya kebijakan fiskal yang lebih agresif dalam waktu dekat untuk merespons kondisi ini,” ujar Gundy.
Realisasi Belanja Negara Masih Rendah
Berdasarkan data yang dihimpun hingga akhir Juni 2025, realisasi belanja negara baru mencapai 38,9% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Angka ini tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 42,0% dan juga di bawah rata-rata historis sebesar 41,2% pada periode 2021–2024.
Gundy menjelaskan, rendahnya serapan anggaran ini disebabkan oleh penerimaan negara yang juga mengalami perlambatan, terutama pada kuartal pertama tahun ini. Hal ini merupakan dampak dari perlambatan ekonomi global dan penerapan sistem perpajakan baru yang belum berjalan optimal.
“Hingga pertengahan tahun ini, penerimaan negara baru mencapai 40,3% dari target, jauh di bawah rerata lima tahun sebelumnya yang berada di atas 52,4%. Ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis,” tambahnya.
Pentingnya Strategi Front-loading
Prasasti menekankan pentingnya strategi front-loading dalam realisasi belanja negara, yaitu percepatan pengeluaran anggaran di paruh kedua tahun ini. Langkah ini dinilai krusial sebagai alat counter-cyclical guna mendorong permintaan domestik, khususnya saat konsumsi dan investasi swasta belum menunjukkan pergerakan positif.
Belanja negara yang ditargetkan pada sektor-sektor produktif seperti hilirisasi industri, ketahanan pangan, transformasi UMKM, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran, akan berdampak besar terhadap daya dorong perekonomian nasional.
Namun, langkah ini juga berimplikasi pada potensi pelebaran defisit anggaran. Jika belanja dipercepat tanpa diimbangi oleh pemulihan penerimaan, defisit APBN 2025 bisa saja melewati batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari target saat ini sebesar 2,78%.
“Pelebaran defisit dalam konteks saat ini tidak seharusnya langsung dinilai negatif, asalkan diarahkan untuk program-program yang mendukung pertumbuhan jangka menengah dan panjang,” tegas Gundy.
Fondasi Ekonomi Masih Kuat
Meskipun terdapat tantangan dalam pelaksanaan anggaran, kondisi makroekonomi Indonesia dinilai masih cukup kuat. Rasio utang terhadap PDB yang berada di bawah 40% menjadi salah satu indikator penting bahwa fundamental fiskal Indonesia tetap terjaga.
Optimisme juga terlihat dari masuknya dana asing ke pasar obligasi pemerintah yang mencapai Rp 42 triliun sepanjang Januari hingga Juni 2025. Ketiga lembaga pemeringkat utama dunia pun masih mempertahankan peringkat layak investasi (investment grade) bagi Indonesia, menandakan tingkat kepercayaan pasar internasional masih tinggi.
“Fondasi fiskal kita cukup kokoh. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah memanfaatkan ruang fiskal tersebut secara efektif dan tepat sasaran,” lanjut Gundy.
Perkuat Penerimaan dan Komunikasi Publik
Di sisi lain, pemerintah juga diingatkan untuk tidak mengabaikan pentingnya memperkuat sisi penerimaan negara. Upaya intensifikasi perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan evaluasi terhadap efektivitas insentif fiskal perlu terus ditingkatkan.
Tak kalah penting, Gundy menyoroti perlunya transparansi dalam komunikasi publik terkait strategi fiskal pemerintah. “Komunikasi publik yang terbuka mengenai arah kebijakan fiskal, termasuk strategi pembiayaan dan alokasi anggaran, akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan pasar dan masyarakat,” imbuhnya.
Menatap Pemulihan Ekonomi Jangka Panjang
Prasasti menegaskan bahwa langkah percepatan belanja negara bukan hanya solusi jangka pendek untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak global, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat basis penerimaan negara dan mempercepat transformasi ekonomi nasional.
Baca juga:
Minyak Atsiri RI Tembus Ekspor Rp4,2 Triliun
“Keberanian untuk mempercepat belanja yang tepat sasaran menjadi penentu utama arah pemulihan ekonomi ke depan. Ini bukan semata reaksi terhadap kondisi sekarang, tapi bagian dari visi pembangunan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang,” pungkas Gundy.
Dengan memperkuat koordinasi antara kebijakan fiskal dan ekonomi riil, serta memastikan anggaran negara benar-benar menyentuh sektor prioritas, Indonesia diyakini mampu melewati masa-masa sulit ini dengan lebih tangguh dan adaptif. (nid)