Kanal24, Malang – Inovasi digital pariwisata karya dosen Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) kembali menorehkan prestasi di kancah internasional.
Sistem Aplikasi Digitalisasi Aset Desa Wisata (SADEWA DESA) yang dikembangkan oleh tim dosen UB, Susenohaji dan Amelia Ika Pratiwi, berhasil dipresentasikan dalam ajang bergengsi 5th International Conference on Responsible Tourism and Hospitality (ICRTH) yang digelar di Bayleaf Hotel Cavite dan Lyceum of the Philippines University (LPU) pada 6–20 Juni 2025.
Teknologi ini telah diimplementasikan di dua desa wisata di Kabupaten Malang, yakni Desa Gubugklakah dan Desa Sanankerto. Inovasi ini mengintegrasikan sistem pelacakan lokasi wisata dengan animasi berbasis Augmented Reality (AR) dan konten digital dalam format teks, video, audio, dan gambar.

SADEWA DESA mencuri perhatian juri karena menjadi satu-satunya karya yang mengangkat keberhasilan implementasi smart tourism di tingkat desa. Konsepnya dianggap mampu membangun pengalaman wisata yang interaktif dan menyenangkan, serta melengkapi sistem e-tourism yang selama ini hanya fokus pada marketing, pemesanan, dan pembayaran.
“Hibah ini kami rancang untuk menghadirkan diversifikasi konten wisata desa agar wisatawan bisa mendapatkan informasi yang komprehensif dan edukatif secara digital,” ujar Susenohaji, Ketua Tim Hibah sekaligus Ketua Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Vokasi UB (14/7/2025).

Ia menambahkan, SADEWA DESA menjadi strategi mendorong wisatawan untuk lebih lama tinggal di desa dan mengeksplorasi obyek wisata secara menyeluruh.
“Saya bermimpi Gubugklakah dan Sanankerto bisa menjadi pionir dan pusat pelatihan nasional dalam penerapan teknologi digital di sektor desa wisata,” tambahnya.
Dalam forum internasional tersebut, dua paper dari tim Vokasi UB berhasil dipresentasikan, masing-masing oleh Susenohaji dan Amelia Ika Pratiwi.
Amelia memaparkan paper berjudul “Designing Digitalization of Tourist Objects/Spots to Support Sustainable Tourist Villages”, yang menyoroti pentingnya desain digital yang mendukung keberlanjutan dan inklusi dalam pengelolaan destinasi wisata desa.

“Kami ingin teknologi ini tidak hanya menjadi alat promosi, tetapi juga bagian dari sistem edukasi berbasis kearifan lokal yang menarik, modern, dan menyenangkan,” jelas Amelia Ika Pratiwi, dosen pengembang SADEWA DESA.
Konferensi internasional ini diikuti oleh lebih dari 300 peserta dari berbagai negara, termasuk akademisi, birokrat, pengusaha pariwisata, serta perwakilan lembaga pemerintah. Presentasi SADEWA DESA menuai apresiasi tinggi dari sejumlah pihak, termasuk Prof. Lee dari Sejong University Korea dan delegasi dari Kementerian Pariwisata Sarawak, Malaysia, yang tertarik untuk mengadopsi teknologi ini.
Sebagai bagian dari promosi interaktif, tim UB juga membagikan souvenir digital berupa pembatas buku dan postcard yang terintegrasi dengan konten digital lima aset wisata di desa dampingan. Peserta konferensi bisa langsung mengeksplorasi destinasi melalui kamera ponsel dan menikmati animasi serta permainan edukatif berbasis lokasi.
SADEWA DESA sendiri mencakup digitalisasi lima kategori aset: sumber daya alam (seperti Coban Pelangi), pohon (pohon beringin), kuliner lokal (kentang krawu), seni budaya (jaranan dan tari topeng), serta edukasi pertanian dan produk UMKM. Semua konten disusun secara eksploratif dan berdurasi pendek, sehingga tetap membuka ruang peran bagi para pemandu wisata desa dalam menjelaskan lebih detail kepada wisatawan.
“Konten ini justru dirancang untuk membangkitkan rasa ingin tahu wisatawan agar tetap menggunakan jasa pemandu lokal. Jadi teknologi dan pelaku wisata tetap bersinergi,” ujar tim dalam sesi tanya jawab.
Dengan pendekatan pentahelix yang melibatkan akademisi, pemerintah desa, pelaku wisata, komunitas lokal, dan teknologi, SADEWA DESA diyakini menjadi salah satu langkah konkret menuju digitalisasi pariwisata berkelanjutan berbasis desa di Indonesia.(Din)