Kanal24, Malang – Penanganan serangan jantung akut hingga kini masih menjadi tantangan besar dalam dunia medis, khususnya dalam mencegah kerusakan lanjutan pasca prosedur pemasangan ring (stent). Salah satu pendekatan baru yang menjanjikan datang dari dunia akademik, tepatnya melalui disertasi doktoral Dr. dr. Tri Astiawati, Sp.JP(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB).
Disertasi yang dibawakan dalamDr. dr. Tri Astiawati, Sp.JP(K) Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FK UB ini mengangkat tema “Peran Kolkisin dalam Remodeling Ventrikel Melalui Penurunan Aktivasi Inflamasom NLRP3, TGF-B, dan Galectin-3 pada Infark Miokard Akut dengan ST-Elevasi (Studi Klinis pada IMA-EST dan Eksplorasi Mekanistik pada Sel 3T3).” Sidang berlangsung pada Senin, 21 Juli 2025, di Auditorium Lantai 6 Gedung A FK UB.

Kolkisin dan Harapan Baru Pengobatan
Dalam paparannya, Dr. Tri Astiawati menjelaskan bahwa selama ini pemasangan ring bukanlah akhir dari permasalahan pada pasien serangan jantung. Justru, banyak pasien yang tetap mengalami kerusakan jantung lanjutan seperti fibrosis dan bahkan gagal jantung, meskipun telah mendapatkan intervensi stent.
“Jadi seperti kita ketahui bahwa pasien-pasien dengan serangan jantung tatalaksananya adalah dilakukan pemasangan ring. Tapi ternyata pada kenyataannya kita pasang ring bukan berarti selesai masalah, tapi akan ada masalah baru—bagaimana kita bisa mencegah terjadinya kerusakan jantung, fibrosis, dan akhirnya gagal jantung,” ujar Tri Astiawati dalam sidangnya.
Ia menjelaskan, kolkisin—yang selama ini dikenal sebagai obat radang sendi gout arthritis—berpotensi besar sebagai terapi tambahan. Obat ini bersifat aman, murah, dan mudah diperoleh. Penelitiannya menemukan bahwa kolkisin mampu menurunkan aktivasi inflamasi dan proses fibrosis yang berkontribusi terhadap kerusakan otot jantung.
“Harapannya adalah kolkisin menjadi salah satu alternatif terapi pada pasien-pasien pasca serangan jantung untuk mencegah terjadinya gagal jantung,” imbuhnya.

Potensi Riset untuk Penanganan Gagal Jantung
Promotor sekaligus Wakil Dekan Bidang Akademik FK UB, Prof. dr. Mohammad Saifur Rohman, Sp.JP(K), Ph.D., menyampaikan kebanggaannya atas pencapaian Dr. Tri. Menurutnya, penelitian ini bukan hanya menyumbang publikasi bereputasi tinggi, tetapi juga membuka harapan terhadap pembaruan protokol terapi di Indonesia.
“Kontribusi hasil ini akan kita jadikan pedoman untuk penanganan gagal jantung pada mereka yang sudah serangan jantung tapi belum sempat dipasang ring. Karena hasilnya sangat baik,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penelitian lanjutan akan dilakukan dalam skala multi-center di berbagai wilayah di Indonesia. Ini penting mengingat tidak semua pasien bersedia atau memiliki akses untuk pemasangan stent. Kondisi ini membuat hasil penelitian kolkisin menjadi relevan dalam konteks sistem kesehatan nasional yang masih menghadapi tantangan akses layanan kardiovaskular.
“Obat ini relatif murah dan bisa digunakan oleh masyarakat luas. Dulu digunakan untuk gout, sekarang bisa berkontribusi mencegah gagal jantung,” tambahnya.
Inspirasi untuk Generasi Dokter Muda
Dr. Tri Astiawati merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang juga aktif sebagai dosen di RS jejaring Universitas Brawijaya. Di tengah kesibukannya sebagai praktisi, ia tetap menyumbangkan pemikiran dan inovasi ilmiah demi kemajuan dunia medis.
“Beliau menjadi inspirasi bagi murid-muridnya. Di tengah kesibukannya melayani pasien, ia masih sempat meneliti dan menyumbangkan temuan yang sangat bermanfaat,” ujar Prof. Saifur Rohman.
Sidang terbuka ini kembali menegaskan komitmen FK UB dalam mendorong riset-riset berbasis kebutuhan masyarakat dan penguatan sistem layanan kesehatan nasional. Dalam konteks penyakit jantung—yang menjadi penyebab kematian utama di Indonesia—temuan seperti ini sangat penting untuk memperluas opsi terapi yang terjangkau dan berbasis bukti ilmiah.
Kolkisin, jika kelak mendapat validasi dari penelitian lanjutan berskala besar, berpotensi menjadi game changer dalam dunia kardiologi, terutama untuk negara berkembang yang menghadapi keterbatasan fasilitas dan biaya perawatan tinggi.(Din/Daf)