Kanal24, Malang – Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) melahirkan riset inovatif yang berpotensi memberikan dampak besar bagi dunia kesehatan. Dalam sidang terbuka disertasi Program Doktoral yang digelar di Auditorium Lantai 6 Gedung A FKUB, Jumat (25/7/2025), Dr. dr. Bobi Prabowo, Sp.Em, KEC, M.Biomed, FICEP, memaparkan hasil penelitiannya mengenai Efek Pemberian HSN (Honey, Saussurea Costus, Nigella Sativa) Sebagai Imunomodulator dalam Meningkatkan Respon Imun Seluler, Humoral, dan Sitokin pada Penerima Vaksinasi COVID-19 serta Menghambat Pertumbuhan Virus.
Alternatif Komplementer untuk Tingkatkan Imunitas
Dalam presentasinya, Dr. Bobi menjelaskan bahwa kombinasi madu, Saussurea costus (qist al-hindi), dan Nigella sativa (jinten hitam) atau HSN terbukti mampu meningkatkan imunitas tubuh secara signifikan pada penerima vaksin COVID-19. Riset ini menghadirkan opsi terapi komplementer yang relatif murah namun memiliki manfaat besar.
Baca juga:
Disertasi FK UB Tawarkan Terobosan Terapi Intensif Pasien Sepsis

“HSN ini merupakan inovasi baru di dunia kedokteran, memberikan alternatif bagi masyarakat, termasuk mereka yang masih ragu terhadap vaksin. Dengan konsumsi HSN minimal dua minggu, imunitas meningkat dan terbukti mampu menghambat pertumbuhan virus,” jelas Dr. Bobi yang juga menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan Strategi Layanan RSCM Jakarta.
Ia menambahkan, penelitian ini relevan dengan kondisi saat ini, di mana akses terhadap vaksin masih terkendala harga dan ketersediaan. “Ini solusi yang murah tapi tidak murahan. Efeknya kuat, manfaatnya besar, dan bahannya berasal dari herbal yang mudah dijumpai di Indonesia,” tegasnya.
Dukungan Akademisi dan Pemerintah
Promotor penelitian, Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM., Sp.MK.(K), menekankan bahwa hasil riset ini selaras dengan nilai-nilai yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis.
“Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 69, madu disebut sebagai obat. Begitu juga qist al-hindi dan jinten hitam yang tercantum dalam Hadis shahih. Ketiga bahan ini sejak lama diyakini memiliki khasiat untuk mengatasi penyakit infeksi, termasuk infeksi paru-paru seperti COVID-19,” ujar Prof. Sumarno.
Ia menambahkan bahwa riset ini membuka jalan bagi pengembangan lebih lanjut, bahkan memungkinkan dikombinasikan dengan terapi lain untuk penyakit berat. “Ke depan, penelitian ini bisa menjadi dasar pengembangan fitofarmaka yang mendukung pengobatan berbagai penyakit infeksi lain,” imbuhnya.
Apresiasi Pemerintah Daerah
Wakil Bupati Malang, Dra. Hj. Lathifah Shohib, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasi atas pencapaian Dr. Bobi.
“Selamat kepada Dr. Bobi yang sukses mempertahankan disertasinya. Penelitian ini sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Kami berharap hasil riset ini memperkaya khasanah ilmu kedokteran sekaligus memberi manfaat nyata dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,” ucap Lathifah.
Ia juga menekankan pentingnya dedikasi akademisi seperti Dr. Bobi dalam mendukung kemajuan bangsa. “Beliau sosok yang familiar, berdedikasi tinggi, dan kami yakin kontribusinya akan semakin besar untuk Indonesia,” tambahnya.
Harapan dan Pengembangan ke Depan
Lebih lanjut, Dr. Bobi menegaskan bahwa penelitian HSN tidak berhenti pada tahap ini saja. Uji lanjutan akan dilakukan bekerja sama dengan institusi pendidikan, sektor bisnis, dan pemerintah.
“Kolaborasi ini penting agar penelitian tidak hanya berhenti di ruang akademik, tetapi bisa diterapkan secara luas di masyarakat. Pemerintah dapat memfasilitasi izin dan anggaran, akademisi mengembangkan aspek fitofarmaka, sementara sektor bisnis mendukung produksi massal,” paparnya.

Baca juga:
Riset FK UB Teliti Efek Kolkisin melalui Jalur Piroptosis
Ia menegaskan, penggunaan herbal ini sejalan dengan tren global menuju green medicine yang ramah lingkungan dan terjangkau. “Herbal ini sederhana, tetapi manfaatnya besar. Kita tidak boleh meremehkan potensi yang ada di sekitar kita,” tandas Dr. Bobi.
Sidang disertasi ini tidak hanya menandai pencapaian akademik seorang doktor baru, tetapi juga membuka babak baru dalam pengembangan terapi komplementer berbasis herbal di Indonesia. Temuan HSN menunjukkan bahwa inovasi tidak harus mahal atau rumit, melainkan bisa lahir dari kearifan lokal dan sumber daya alam yang melimpah.
Dengan dukungan akademisi, pemerintah, dan masyarakat, penelitian ini berpotensi menjadi terobosan penting dalam memperkuat ketahanan kesehatan nasional, sekaligus memberi harapan baru bagi dunia medis pascapandemi. (nid/dpa)