KANAL24, Malang — Kabupaten Malang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata kopi yang memperkuat ekonomi lokal dan memaksimalkan potensi unggulan desa. Hal ini membuat tim Departemen Ilmu Ekonomi UB menggelar kegiatan pengabdian kepada masyarakat bertajuk “Pengembangan Kawasan Wisata Kopi di Desa Sumberdem, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang.” Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, 24 Juni 2025 dan melibatkan para akademisi, pemerintah desa, pelaku usaha lokal, serta komunitas masyarakat setempat.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Nugroho Suryo Bintoro, SE., M.Ec.Dev., Ph.D. dan Nurman Setiawan Fadjar, SE., M.Sc. dosen dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB. Program ini menjadi bagian dari komitmen Departemen Ilmu Ekonomi untuk membangun sinergi lintas sektor dalam mendukung pembangunan desa berbasis potensi lokal dan prinsip keberlanjutan.
“ Kami dari Departemen Ilmu Ekonomi FEB UB tergerak untuk ikut membantu potensi desa ini agar menjadi destinasi wisata kopi,” kata Dr. Nugroho melalui penjelasan tertulisnya.
Pemilihan Desa Sumberdem, Kecamatan Wonosari bukan tanpa pertimbangan. Desa ini dikenal memiliki potensi kuat dalam komoditas kopi di Kabupaten Malang. Namun, potensi tersebut masih belum dikembangkan secara optimal sebagai bagian dari industri pariwisata dan ekonomi kreatif.
Tujuan dari pengabdian ini untuk membangun kerangka pengembangan kawasan wisata kopi dengan pendekatan kolaboratif dan partisipatif, menghubungkan aspek produksi pertanian, pengolahan produk, hingga penciptaan pengalaman wisata berbasis kopi.
“Desa tidak hanya menjadi tempat produksi, tetapi juga bisa menjadi ruang edukasi, rekreasi, dan interaksi budaya melalui medium kopi,” ungkap Dr. Nugroho.
Dosen FEB UB ini menekankan pentingnya transformasi ekonomi lokal melalui penguatan nilai tambah, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan koneksi pasar wisata.
Identifikasi Masalah dan Perumusan Solusi
Dalam sesi diskusi kelompok, tim pengabdian memfasilitasi proses identifikasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pemangku kepentingan desa. Beberapa isu utama yang terungkap antara lain minimnya infrastruktur pendukung (akses jalan, irigasi, jaringan telekomunikasi), keterbatasan kapasitas pelaku usaha (terutama UMKM dan kelompok tani), serta belum adanya desain kawasan wisata yang terintegrasi. Selain itu, permasalahan klasik seperti akses bibit unggul, pupuk, dan pemasaran produk juga menjadi sorotan utama.

Sebagai respons atas temuan tersebut, tim pengabdian merumuskan konsep pengembangan desa wisata berbasis kopi dengan melibatkan empat elemen kunci: pemerintah daerah (Disparbud, PUPR, Disperindag), pelaku usaha (UKM, BUMDesa, KADIN), lembaga pendukung (BI, OJK, BPS), serta masyarakat desa (aparat, pemuda karang taruna, kelompok tani). Model ini menekankan pentingnya tata kelola kolaboratif dan pembagian peran yang jelas antaraktor pembangunan.
Kegiatan ini juga berhasil memetakan sejumlah mitra strategis yang dapat dilibatkan dalam proses pembangunan jangka menengah dan panjang. Dari sektor publik, potensi kerja sama dengan Bank Indonesia Malang, Otoritas Jasa Keuangan, Bappeda, dan BPS sangat terbuka untuk mendukung literasi keuangan, data spasial, dan pembiayaan inklusif. Sementara dari sektor swasta, kolaborasi dengan Sekolah Ekspor dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diharapkan dapat membantu memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan kualitas produk olahan kopi desa.
Selain pemetaan kelembagaan, tim pengabdian juga memperkenalkan prinsip pengembangan berkelanjutan dengan pendekatan LUMINTU (Ajeg, Luwes, dan Mengikuti Perkembangan). Tiga elemen keberlanjutan yakni pemeliharaan (maintenance), pengelolaan (management), dan ketahanan (resilience) dijadikan dasar perumusan strategi pembangunan wisata kopi yang adaptif dan partisipatif.

Antusiasme Masyarakat dan Komitmen Kolaboratif
Partisipasi aktif masyarakat menjadi salah satu keberhasilan penting dalam kegiatan ini. Aparat desa, pelaku UMKM, petani kopi, dan pemuda desa menunjukkan antusiasme tinggi terhadap rencana pengembangan ini. Banyak di antara mereka berharap program ini tidak hanya berhenti pada tahap perencanaan, tetapi juga dilanjutkan pada pendampingan dan implementasi nyata.
“Dengan potensi yang ada, kami ingin Sumberdem tidak hanya dikenal karena kopi, tetapi juga karena keramahan, kearifan lokal, dan keberhasilan pembangunannya,” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang hadir.
Tim UB menyatakan komitmennya untuk terus mendampingi proses ini melalui pelatihan, pendampingan kelembagaan, serta pengembangan prototipe kawasan wisata kopi terpadu. (sdk)