Kanal24, Malang – Indonesia hari ini menghadapi tantangan yang tak lagi sederhana: perbedaan yang seharusnya menjadi kekuatan, justru rentan memicu perpecahan. Tantangannya jelas: bagaimana merawat kebinekaan ketika sekat sosial, budaya, dan informasi kian lebar?
Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) menjawab tantangan ini dengan mengusung semangat “Harmoni Indonesia,” yang mencerminkan komitmen FISIP UB untuk merawat kebinekaan, memperkuat inklusivitas, dan mendorong kolaborasi lintas daerah, terutama dengan Indonesia Timur.
Dekan FISIP UB, Dr. Ahmad Imron Rozuli, S.E., M.Si., menegaskan bahwa fokus PKKMB tahun ini bukan hanya pengenalan kampus, tetapi juga penguatan nilai keindonesiaan yang harmonis.
Fokus PKKMB: Harmoni, Inklusivitas, dan Kebinekaan
“Fokusnya PKKMB tahun ini tentang harmoni Indonesia. Ini selaras dengan visi-misi kami untuk menguatkan kolaborasi dan interkoneksi, terutama dengan Indonesia bagian timur. Kami ingin memperkuat afirmasi pendidikan, salah satunya di Papua. Harmoni Indonesia ini juga pas momennya dengan peringatan kemerdekaan. Kita harus merawat keberagaman, memperkuat kebinekaan, dan menjadikan FISIP sebagai mercusuar keindonesiaan,” ujarnya usai membuka PKKMB FISIP, Kamis (14/8/2025).
Imron menyebut bahwa saat ini 22,5 persen mahasiswa baru FISIP UB berasal dari wilayah timur Indonesia, sebuah capaian yang diharapkan dapat memperkuat kesetaraan akses pendidikan tinggi. Tak hanya menerima mahasiswa dari timur, FISIP juga menjalin kolaborasi dengan perguruan tinggi di Papua, salah satunya Universitas Musamus di Merauke, untuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan sarana pendidikan.

“Kami bukan hanya merekrut mahasiswanya, tapi juga berkolaborasi dengan kampus di timur. Ini agar ada kesejajaran kualitas pendidikan, sehingga semua merasa setara dalam bingkai satu Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, Imron menyoroti fenomena menarik dalam komposisi mahasiswa baru tahun ini. Dari 1.386 mahasiswa baru, hampir 1.000 di antaranya adalah perempuan. Menurutnya, hal ini menjadi indikator positif terkait akses pendidikan tinggi bagi perempuan.
“Kita melihat upaya penguatan kesetaraan gender tercermin dari data ini. Semakin banyak perempuan yang bisa mengenyam pendidikan tinggi, dan itu kabar baik,” ungkapnya.
Mahasiswa dari Timur, Ingin Pulang Bangun Papua
Salah satu mahasiswa baru yang hadir adalah Timotius Gwijangge, putra asli Jayapura yang memilih Program Studi Sosiologi FISIP UB. Keputusannya merantau ke Malang bukan tanpa alasan.
“Saya tertarik dengan FISIP UB karena di daerah saya, khususnya Papua, banyak yang belum merasakan kehangatan pendidikan. Saya ingin keluar dari zona nyaman untuk merasakan pendidikan yang layak. FISIP ini menarik karena berhubungan dengan masyarakat dan melayani masyarakat,” jelas Timotius.
Ketika ditanya soal target masa depan, ia dengan mantap menjawab:
“Kalau Tuhan kehendaki, saya lulus dan kembali ke Papua. Saya ingin kembali ke masyarakat saya, mengabdi di sana. ” tuturnya.

Mahasiswa Difabel Daksa : Fasilitas FISIP UB Ramah Difabel
Sementara itu, Benedicta Irene A., mahasiswa penyandang difabel daksa yang kini menempuh pendidikan di Program Studi Psikologi UB mengaku awalnya bercita-cita menjadi psikiater, namun ternyara ia diterima di Prodi Psikologi FISIP UB UB melalui jalur SMPD.
“Saya pilih psikologi karena ingin membantu banyak orang menemukan jati diri mereka dan mengelola emosi. Saya ingin menjadi psikolog agar bisa mendampingi mereka yang kehilangan arah,” tutur Irene dengan penuh semangat.
Ketika ditanya soal fasilitas untuk difabel di FISIP UB, Irene mengapresiasi dukungan yang diberikan UB.
“Aman, tidak ada kesulitan. Semua fasilitas cukup ramah,” ujarnya singkat.
PKKMB FISIP UB tahun ini tidak hanya memperkenalkan dunia kampus, tetapi juga menjadi ruang untuk menegaskan komitmen universitas terhadap inklusivitas, afirmasi pendidikan, dan penguatan nilai kebinekaan. Kehadiran mahasiswa dari Papua dan mahasiswa difabel menjadi bukti nyata bahwa FISIP UB bukan hanya mendidik, tetapi juga merangkul keberagaman untuk Indonesia yang lebih harmonis.(Din)