Kanal24, Jakarta – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19–20 Agustus 2025. Keputusan ini sekaligus diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility menjadi 4,25 persen dan Lending Facility menjadi 5,75 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan kondisi inflasi yang terjaga rendah serta kebutuhan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional. “Keputusan penurunan suku bunga BI ini konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi 2025–2026 pada kisaran 2,5 persen ±1 persen, terjaganya stabilitas rupiah, serta pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai kapasitas perekonomian,” jelas Perry dalam konferensi pers, Rabu (18/8/2025).
Baca juga:
Pegadaian Ajak Masyarakat Raih Merdeka Finansial
Inflasi Terjaga, Rupiah Stabil
Data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juli 2025 tercatat 2,37 persen (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Inflasi inti turun menjadi 2,32 persen, inflasi pangan bergejolak (volatile food) terkendali di 3,82 persen, dan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) menurun ke 1,32 persen.
Perry menyebut capaian tersebut tak lepas dari konsistensi kebijakan moneter, stabilnya harga pangan global, pasokan pangan domestik yang memadai, serta kerja sama pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID).
Pertumbuhan Kredit Melambat
Meski suku bunga acuan diturunkan, pertumbuhan kredit perbankan pada Juli 2025 justru tercatat melambat di 7,03 persen (yoy), dibandingkan 7,77 persen pada Juni 2025. Dari sisi penawaran, perbankan cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada instrumen surat berharga.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat 7 persen (yoy) turut menambah ruang likuiditas, namun belum diimbangi dengan percepatan kredit.
Sektor Unggulan dan Tantangan Permintaan
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit masih didorong oleh sektor-sektor berorientasi ekspor seperti pertambangan dan perkebunan, serta sektor transportasi, industri, dan jasa sosial. Namun, permintaan pembiayaan dari dunia usaha secara umum belum kuat karena banyak pelaku usaha masih mengandalkan pembiayaan internal.
Baca juga:
Promo Merdeka Hotel Alana, Harga Mulai Rp80 Ribu
Kredit konsumsi tumbuh 8,11 persen, kredit modal kerja hanya 3,08 persen, sedangkan kredit investasi mencatat pertumbuhan lebih tinggi sebesar 12,42 persen (yoy). Di sisi lain, pembiayaan syariah tumbuh 8,31 persen, tetapi kredit untuk UMKM relatif rendah, hanya 1,82 persen.
Bank Indonesia memastikan akan terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan ke sektor riil. Hal ini dilakukan dengan memperlonggar kebijakan makroprudensial serta memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan rendahnya perkiraan inflasi dan tetap menjaga stabilitas rupiah,” tutup Perry. (nid)