Kanal24, Malang – Sanggar Seni Gumelaring Sasangka Aji (GSA) bersama RW 10 Kelurahan Bunulrejo menggelar Pentas Mandiri Wayang Kulit Sehari Semalam pada Sabtu (23/8/2025). Acara yang berlangsung di halaman depan RW 10, Jl. Hamid Rusdi 1, Kota Malang ini menjadi momentum penting untuk memperingati ulang tahun ke-5 sanggar seni GSA dan juga memeriahkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80.
Pagelaran tersebut dihadiri perwakilan Pemerintah Kota Malang, Camat Blimbing, Lurah Bunulrejo, serta jajaran RW, RT, dan masyarakat sekitar. Kehadiran mereka menambah semarak suasana yang penuh dengan kebersamaan dan nuansa budaya Jawa.
Baca juga:
Krajan Lawas, Cara Tunggulwulung Rayakan Kemerdekaan

Pendidikan Seni Sejak Usia Dini
Menurut Rachmad D. Kuncoro, Ketua Sanggar GSA, acara ini merupakan bentuk komitmen dalam mendidik generasi muda untuk mencintai seni tradisi. “Sanggar ini memang berfokus pada pendidikan pedalangan dan karawitan anak-anak usia dini. Mereka berasal dari Malang Raya, baik Kota Malang, Kabupaten Malang, maupun Kota Batu,” jelasnya.
Dalam pentas kali ini, tampil berbagai kelas dari sanggar, mulai dari kelas pagi, sore, hingga junior. Rachmad mengakui perjuangan menjaga minat anak-anak terhadap seni tradisional tidak mudah. Namun, secara perlahan, semakin banyak anak dan bahkan orang dewasa yang datang untuk belajar pedalangan dan karawitan.
“Kami konsisten menyampaikan pendidikan karakter melalui kelas karawitan dan pedalangan. Di dalamnya kami ajarkan nilai-nilai luhur budaya Jawa, pengenalan gamelan, wayang, hingga adab,” tambahnya.
Kolaborasi RW dan Sanggar Seni
Kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan penuh RW 10 Bunulrejo yang turut memberikan kontribusi, baik berupa tempat, izin, maupun dukungan materiil dan non-materiil. Purwantoro S.P., Ketua RW 10, menegaskan bahwa kegiatan seni menjadi bagian penting dalam membangun lingkungan yang guyub dan rukun.
“Di RW 10 ini, kami memiliki empat kegiatan edukasi, yaitu sanggar karawitan dan pedalangan, sanggar batik Tirto Telogo, budidaya lele, dan urban farming. Semua ini dimulai sejak pandemi tahun 2020,” ujarnya.
Ia menambahkan, semangat belajar seni di wilayahnya sangat tinggi. Bahkan, RW 10 pernah menerima kunjungan mahasiswa asal Kamboja yang belajar batik dan karawitan. “Kami ingin kesenian tradisi tetap lestari, karena kalau tidak kita uri-uri, khawatir akan punah,” tegasnya.
Guyub Rukun dan Harapan ke Depan
Pentas wayang kulit sehari semalam ini juga menjadi ajang uji kompetensi sekaligus pesta rakyat. Sejak pagi, acara dimulai dengan jalan sehat dan bazar, dilanjutkan dengan pentas dalang cilik, hingga malam hari yang menampilkan dalang dewasa.
Baca juga:
5 Fakta Film Animasi Merah Putih: One For All
Purwantoro berharap kegiatan ini bisa rutin dilakukan dua tahun sekali. “RW 10 punya semboyan guyub rukun guyon rukun. Dengan saling mendukung, semua bisa terlaksana. Harapan kami, kegiatan budaya seperti ini terus berlanjut agar masyarakat semakin sadar pentingnya menjaga warisan leluhur,” pungkasnya.
Pentas Mandiri Sanggar GSA menjadi pengingat bahwa budaya adalah identitas bangsa. Di tengah derasnya arus modernisasi, seni tradisional seperti pedalangan dan karawitan memerlukan ruang agar terus hidup. Melalui peran sanggar seni, dukungan masyarakat, dan pemerintah setempat, tradisi luhur Jawa tidak hanya dipentaskan, tetapi juga diturunkan pada generasi penerus. (nid/dht)