Kanal24, Malang — Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak fundamental warga negara yang wajib dilindungi dalam negara hukum dan demokrasi. Hal itu ditegaskan oleh Ria Casmi Arrsa, S.H., M.H., pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dalam wawancara eksklusif dengan Kanal24 pada Selasa (26/08/2025).
Menurutnya, sebagai negara yang mendeklarasikan diri sebagai negara hukum dan berkedaulatan rakyat, Indonesia harus menjamin hak-hak konstitusional warganya, termasuk kebebasan berpendapat. “Demonstrasi adalah bentuk ekspresi rakyat untuk menyampaikan aspirasi kepada negara. Maka tugas negara adalah menjamin, bahkan melindungi kebebasan itu,” tegas Ria.
Baca juga:
Pakar HI UB: Konflik Iran-Israel Ancam Ekonomi dan Stabilitas RI

Kritik Sebagai Bagian Demokrasi
Ria menjelaskan, demokrasi Indonesia tidak boleh berhenti pada level prosedural, tetapi juga substantif. Artinya, pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat tidak hanya menerima kritik secara formal, tetapi juga benar-benar menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan.
“Di negara otoritarianisme, tidak ada kebebasan berpendapat. Semua tunduk pada tafsir tunggal penguasa. Tetapi di Indonesia yang demokratis, kritik adalah hal yang wajar dan harus direspons negara secara adil,” jelasnya.
Kekerasan dalam Demonstrasi Tidak Dibenarkan
Meski demonstrasi sering diwarnai ketegangan, Ria menekankan bahwa tindakan represif aparat, baik berupa kekerasan fisik, penggunaan water canon, maupun alat penertiban lain, tidak dapat dibenarkan dalam konsep demokrasi.
“Yang harus dilakukan negara adalah mencegah agar kekerasan tidak terjadi, dan bila terjadi, negara wajib melakukan pemulihan bagi warga yang terdampak,” ujarnya.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap provokasi dari oknum tidak bertanggung jawab yang berpotensi menyulut konflik antara aparat dan massa. “Para demonstran perlu merapatkan barisan agar tidak terjebak provokasi,” tambahnya.
DPR Harus Lebih Terbuka
Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR RI dinilai Ria harus lebih terbuka terhadap kritik dan protes masyarakat. Rumah rakyat di Senayan semestinya menjadi ruang dialog terbuka yang menerima masukan, mengevaluasi, serta menyampaikan tindak lanjut atas aduan rakyat.
“Jangan sampai kritik hanya ditampung sesaat ketika ada ketegangan, lalu hilang begitu saja ketika situasi kembali normal,” katanya.
Tunjangan DPR Harus Sejalan Kinerja
Ria menegaskan bahwa pejabat negara, termasuk anggota DPR, boleh mendapatkan gaji, tunjangan, dan fasilitas. Namun, semua itu harus sejalan dengan kinerja nyata.
“Sering kali kenaikan gaji dan fasilitas DPR tidak link and match dengan kerja-kerja nyata yang berdampak pada rakyat. Akibatnya, DPR justru dinilai hanya menjadi stempel kebijakan pemerintah yang membebani rakyat,” paparnya.
Peran Mahkamah Konstitusi
Selain DPR, Mahkamah Konstitusi (MK) juga disebut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan demokrasi. Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, MK berwenang menguji undang-undang terhadap konstitusi, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, hingga menangani perselisihan hasil pemilu.
“MK adalah pengontrol dan penyeimbang manakala Presiden dan DPR bersepakat membuat undang-undang yang berpotensi merugikan hak konstitusional rakyat. Di sinilah peran MK untuk membatalkan atau mencabut ketentuan yang bertentangan dengan UUD,” jelas Ria.
Baca juga:
Gelombang Tarif Trump: Ekonomi Global Terancam Berguncang
Demokrasi Harus Dijaga Bersama
Menutup wawancara, Ria menekankan bahwa demokrasi Indonesia akan sehat jika semua pihak—pemerintah, DPR, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, hingga MK—berperan sesuai porsinya.
“Kebebasan berpendapat harus dijamin, kritik harus dihormati, dan kebijakan publik harus berpihak pada rakyat. Itulah konsekuensi negara hukum dan demokrasi yang kita pilih,” pungkasnya. (nid/yor)