Kanal24 – Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa langsung mengguncang pasar keuangan nasional. Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik Purbaya sebagai Menteri Keuangan di Istana Negara, Jakarta, pada Senin sore, 8 September 2025. Sebelum menjabat sebagai Menkeu, Purbaya dikenal sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan memiliki latar belakang panjang di bidang ekonomi dan pasar modal.
Namun, pelantikan tersebut ternyata memicu reaksi cepat dari pasar. Pada hari yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tajam sekitar 1,6 persen, salah satu penurunan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Padahal, hanya beberapa hari sebelumnya IHSG sempat menembus rekor intraday di atas 8.022.
Baca juga:
Harga Pangan 8 September 2025, Beras Naik Bawang Turun
Reaksi Pasar: Saham Tertekan, Rupiah Melemah
Dosen dan peneliti Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Listya Endang Artiani, menilai gejolak ini sebagai sinyal kegelisahan investor atas kepastian arah kebijakan fiskal pasca-pergantian Sri Mulyani. “Volatilitas ini menunjukkan bahwa investor langsung menilai risiko kredibilitas fiskal,” kata Listya kepada Tempo, Selasa, 9 September 2025.
Dampak juga terlihat di pasar valuta asing. Rupiah melemah lebih dari 1 persen ke level Rp 16.488 per USD, memaksa Bank Indonesia turun tangan melalui intervensi. Padahal, sepanjang pekan sebelumnya, nilai tukar rupiah relatif stabil di kisaran Rp 16.304–Rp 16.440 per USD. “Pelemahan tajam di hari pengumuman jelas merupakan refleksi kegelisahan investor,” lanjut Listya.
APBN dan Tantangan Disiplin Fiskal
Situasi ini semakin krusial jika dikaitkan dengan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah sebelumnya menargetkan defisit 2025 sebesar 2,78 persen dari PDB, dengan proyeksi turun ke 2,48 persen pada 2026 dan menuju anggaran seimbang pada 2027–2028. Namun, program populis seperti penyediaan makanan bergizi gratis, yang diperkirakan memakan biaya hingga 1–1,5 persen PDB, berpotensi menggerus ruang fiskal tersebut.
“Komitmen disiplin fiskal inilah yang selama ini menjadi modal penting kredibilitas Indonesia di mata pasar. Jika tidak dijaga, tekanan pasar bisa semakin besar,” jelas Listya, yang juga pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta.
Respons Purbaya: Yakin Bisa Jaga Ekonomi
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Keuangan Purbaya menegaskan bahwa koreksi IHSG merupakan hal biasa setelah reshuffle kabinet. Ia menekankan pengalaman panjangnya di dunia pasar modal sebagai bekal untuk memulihkan kepercayaan. “Saya lama di pasar, lebih dari 15 tahun. Jadi saya tahu betul bagaimana memperbaiki ekonomi,” ujar Purbaya usai pelantikan.
Purbaya juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo menargetkan dirinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen hanya dalam 100 hari kerja. Target ambisius ini menjadi sorotan tersendiri, mengingat kondisi pasar dan keterbatasan fiskal yang ada.
Baca juga:
BookTok: Buku Kembali Laris Karena TikTok
Kredibilitas dan Ekspektasi
Secara teori, ekspektasi publik sangat menentukan arah kebijakan ekonomi. Konsep policy credibility (Barro & Gordon, 1983) menegaskan bahwa konsistensi fiskal mampu menjaga stabilitas pasar. Jika pasar yakin, premi risiko rendah, utang lebih murah, dan arus modal stabil. Sebaliknya, jika muncul keraguan, pasar akan cepat bereaksi dengan aksi jual dan pelemahan kurs.
Selain itu, teori political business cycle (Nordhaus, 1975) memperingatkan risiko godaan belanja populis menjelang agenda politik penting. Dalam konteks Indonesia saat ini, pergantian figur Menkeu menjadi ujian kredibilitas pemerintah dalam menyeimbangkan janji politik dengan disiplin fiskal.
“Pasar tentu akan menagih kepastian, dan ketidakjelasan hanya memperbesar risiko volatilitas,” tutup Listya. (nid/eka)