Kanal24, Malang – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur menilai hasil riset akademis berperan penting dalam memperkuat kebijakan penanggulangan kemiskinan. Hal ini disampaikan usai paparan hasil kajian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) yang menganalisis kantong-kantong kemiskinan di 15 kabupaten Jawa Timur.
“Salah satu instrumen dalam perumusan kebijakan itu adalah hasil kajian. Temuan dari penelitian ini akan kami bahas bersama pemangku kepentingan lain, lalu dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan, baik lima tahunan maupun tahunan. Kajian ini memberi insight baru agar program yang sudah berjalan bisa lebih konsisten dan efektif,” ujar Didin Wahidin dari Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (PPM) Bappeda Jatim, Selasa (16/9/2025).
Baca juga : Paradoks Kemiskinan di Jawa Timur: Angka Turun, Realita Lapangan Masih Berat
Realita Kemiskinan : Temuan Peneliti FISIP UB
Kajian yang dilakukan tim peneliti FISIP UB, Dr. M. Lukman Hakim dan Abdul Wahid, M.A., mengungkap sejumlah tantangan mendasar dalam penanggulangan kemiskinan. Salah satunya adalah ketidakakuratan standar pengukuran yang digunakan dalam survei nasional.
“Standar kemiskinan kadang tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat,” ungkap Dr. Lukman Hakim.
Selain itu, paradoks pertumbuhan ekonomi juga ditemukan di beberapa daerah, seperti Sumenep. Meski pertumbuhan ekonominya tinggi, angka kemiskinan tetap besar akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
Peneliti lainnya, Abdul Wahid, menyoroti kerentanan pekerja informal yang mendominasi kantong-kantong kemiskinan. “Pekerja informal jumlahnya besar, tapi pendapatannya kecil. Program bantuan sosial memang penting, tapi tidak cukup,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa perlindungan pekerja, termasuk penegakan UMR, harus diperkuat agar kemiskinan bisa ditekan lebih struktural.
Dasar Akademis Kunci Kebijakan Publik
Menurut Didin Wahidin, hasil riset ini memberi pijakan baru untuk mengoreksi sekaligus memperkuat program yang sedang berjalan. Bappeda menilai peran akademisi sangat penting untuk memberikan sudut pandang kritis berbasis data, sehingga kebijakan pemerintah daerah tidak hanya bersifat reaktif.
“Dengan data yang kuat dan analisis yang tajam, kebijakan yang dihasilkan bisa lebih tepat sasaran. Kami berharap kajian ini tidak berhenti di ruang seminar, tapi menjadi landasan bagi perangkat daerah untuk memperbaiki strategi penanggulangan kemiskinan,” tegas Didin.
Ia menambahkan, kolaborasi antara universitas, pemerintah, dan masyarakat sipil menjadi kunci agar target pengurangan kemiskinan tidak hanya terukur secara statistik, tetapi juga dirasakan nyata oleh warga di lapangan.(Din/Tia)