Kanal24, Malang – Rendahnya tingkat kelulushidupan benih ikan nila akibat fluktuasi kualitas air masih menjadi persoalan serius bagi kelompok pembudidaya ikan di pedesaan. Kondisi ini tidak hanya menghambat produktivitas, tetapi juga menekan peluang pemasaran ke wilayah yang lebih luas. Inovasi teknologi dan manajemen air yang adaptif pun menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan keberlanjutan perikanan air tawar.
Permasalahan tersebut menjadi fokus Tim AQUARES Universitas Brawijaya (UB) dalam program Kuliah Kerja Nyata–Doktor Mengabdi (KKN-DM) yang digelar di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Bersama Kelompok Keramba Jaring Apung (KJA) Mina Makmur Jaya yang diketuai Riadi atau akrab disapa Pak Bagong, tim memperkenalkan sinergi antara puddle system dengan pendekatan adaptive water management.
Puddle system merupakan pemanfaatan kubangan air alami di hulu Waduk Sutami saat musim kemarau, hasil pengerukan sedimen oleh Perum Jasa Tirta 1. Sistem ini murah, ramah lingkungan, dan menyerupai habitat alami. Namun, kelemahannya adalah tidak adanya sirkulasi air, sehingga kualitas perairan mudah turun dan berdampak pada kelangsungan hidup benih.
Untuk itu, sejak 1 Juli hingga 15 Agustus 2025, Tim AQUARES UB menggelar rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas. Tahap awal berupa pelatihan pengelolaan kualitas air dengan adaptive water management. Nelayan diajarkan mengukur suhu, pH, oksigen terlarut, hingga kadar amonia menggunakan alat ukur modern yang diserahkan langsung kepada kelompok.

Selain itu, tim menyusun dan mensosialisasikan Standar Operasional Prosedur (SOP) pembenihan ikan nila, mulai dari pemilihan induk, pemijahan, pemeliharaan larva, hingga panen. Pendampingan juga diberikan pada manajemen pakan dengan nutrien terukur agar pertumbuhan lebih cepat, biaya efisien, dan risiko stres berkurang.
Inovasi lain adalah pengemasan benih menggunakan tabung oksigen. Teknik ini menjaga kadar oksigen terlarut selama transportasi, menekan risiko kematian, dan membuka akses distribusi ke pasar di luar desa.
Ketua Tim AQUARES UB, Prof. Dr. Ir. Muhammad Musa, MS, menegaskan bahwa pendekatan terpadu ini menjadi kunci transformasi.
“Kami merancang metode ini untuk menjawab tantangan nyata di lapangan. Harapannya, mitra dapat mandiri menerapkan teknologi ini sekaligus memperluas jaringan pemasaran,” ujarnya.
Sementara itu, Pak Bagong menyampaikan apresiasi atas pendampingan UB. “Kami jadi paham cara menjaga kualitas air, memberi pakan yang tepat, hingga mengemas benih agar tetap sehat sampai ke pembeli. Pengetahuan ini membuat kami lebih percaya diri untuk meningkatkan produksi dan pendapatan,” tuturnya.
Program KKN-DM FPIK UB ini tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi, tetapi juga pada kemandirian teknologi tepat guna. Luaran kegiatan berupa publikasi ilmiah, modul pelatihan, hingga video edukasi, sehingga dapat dijadikan rujukan bagi pembudidaya di wilayah lain.
Dengan langkah ini, Desa Gampingan diharapkan mampu menjadi model pengembangan budidaya ikan nila yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan.(Din)