Kanal24, Malang – Hidrogen semakin disebut-sebut sebagai energi masa depan dunia. Namun, tantangan utama masih terletak pada efisiensi produksi yang mahal dan sulit diakses secara luas. Persoalan inilah yang diangkat oleh Prof. Ir. ING Wardana, M.Eng., Ph.D., guru besar Fakultas Teknik Mesin Universitas Brawijaya (UB), saat tampil sebagai keynote speaker dalam The 4th International Conference on Mechanical Engineering Research and Application (ICOMERA) 2025, yang digelar 1–3 Oktober di Malang.
Menurutnya, riset yang inovatif menjadi jalan penting untuk mendorong energi bersih berbasis hidrogen agar bisa diproduksi lebih murah sekaligus berdaya saing tinggi. “Kita harus memusatkan perhatian pada riset-riset inovatif untuk menghasilkan teknologi baru, kemudian kita publikasikan agar memberi kontribusi terbaik untuk kemajuan teknologi dunia,” ujarnya.
Efisiensi Produksi Hidrogen Jadi Kunci Energi Masa Depan
Dalam paparannya, Prof. Wardana menjelaskan bahwa inovasi teknologi yang tengah dikembangkan tim peneliti UB mampu meningkatkan efisiensi produksi hidrogen hingga empat kali lipat. Dengan terobosan ini, biaya produksi hidrogen hijau dapat ditekan sehingga lebih terjangkau. “Hidrogen hijau sekarang harganya sangat mahal. Dengan inovasi yang kami berikan, produksinya bisa meningkat empat kali lipat, sehingga harga bisa turun drastis,” tegasnya.
Riset ini, lanjutnya, sudah diimplementasikan pada fasilitas produksi hidrogen di PLN. Teknologi yang semula terbatas kapasitasnya kini dapat ditingkatkan secara signifikan dengan sentuhan inovasi yang lahir dari UB. Ke depan, kebutuhan hidrogen diprediksi melonjak hingga 56 kali lipat pada 2050. Faktor pendorongnya antara lain kebutuhan industri pupuk, teknologi penyimpanan energi, hingga kendaraan listrik berbasis hidrogen.

Riset UB Buktikan Inovasi Hidrogen Bisa Tekan Biaya Produksi
Prof. Wardana juga menekankan pentingnya strategi riset yang fokus dan mendalam. Alih-alih mengejar banyak tema sekaligus, ia mendorong peneliti muda UB untuk menggarap satu inovasi yang spesifik, sederhana dalam konsep, namun kuat secara saintifik. “Ambil satu inovasi yang spesifik dan mendalam. Buat konsepnya sederhana tapi berbasis sains yang kuat, lalu sajikan secara konsisten. Itulah yang akan menjadikan kita peneliti tangguh dan mendunia,” jelasnya.
Ia mencontohkan, bersama tim risetnya yang berkolaborasi dengan Dr. Purnami dan Dr. Willy, UB telah menghasilkan inovasi hidrogen yang mendapat sorotan internasional. Penelitian mereka bahkan sempat diulas oleh peneliti Amerika di kanal YouTube, menandakan bahwa riset Indonesia memiliki daya gaung di panggung global.
Selain kontribusi ilmiah, Prof. Wardana berharap inovasi ini juga bisa menginspirasi lebih banyak mahasiswa untuk masuk ke ranah penelitian energi terbarukan. Dengan demikian, UB tidak hanya berperan sebagai pusat akademik, tetapi juga motor penggerak transisi energi di Indonesia.
“Harapannya, banyak yang terinspirasi dari inovasi ini dan melakukan riset di bidang hidrogen, sehingga produksi hidrogen di Indonesia, bahkan dunia, meningkat. Energi bersih ini bukan hanya kebutuhan masa depan, tetapi juga penopang ketahanan pangan dan energi nasional,” pungkasnya. (Din/Dht)