Kanal24, Malang – Dukungan terhadap kemerdekaan Palestina kembali ditegaskan Universitas Brawijaya (UB) dalam deklarasi dukungan kemerdekaan Palestina (3/10/2025). Menyusul adopsi Deklarasi New York oleh Majelis Umum PBB pada 12 September 2025—yang disetujui 142 negara, ditolak 10 negara, dan 12 abstain. UB menegaskan posisi berada di barisan terdepan kemanusiaan. Deklarasi ini menandai tonggak right to self-determination rakyat Palestina sekaligus ujian serius bagi keadilan global.
Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., menyampaikan sikap tegas kampus. Ia menilai pengakuan Palestina tidak boleh kembali diganjal politik veto.
“Yang pertama kita mendukung negara-negara yang kemarin sudah mendukung kemerdekaan Palestina, dan kita juga menyuarakan kepada Amerika Serikat agar tidak menggunakan hak vetonya. Dengan demikian secara formal Palestina akan merdeka diakui secara formal oleh PBB,” tegasnya.
Widodo menambahkan, perjuangan ini bukan semata diplomasi, melainkan aksi nyata. UB, kata dia, telah membuka ruang kontribusi termasuk bantuan dan beasiswa untuk mahasiswa Palestina.
“UB stand with Palestine, membantu terus menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan itu siapapun harus menjunjung tinggi. Tidak boleh ada genosida, tidak boleh ada pembunuhan yang tidak beralasan,” ujarnya.
Sikap Akademisi: Konsistensi, FGD, dan Beasiswa
Senada dengan Rektor UB, Guru Besar Hukum Internasional UB, Prof. Dr. Setyo Widagdo, S.H., M.Hum., menilai langkah UB mencerminkan konsistensi kampus dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Ia menyebut agenda akademik juga diarahkan untuk memperkuat kesadaran publik mengenai isu kemerdekaan tersebut.
“Kegiatan ini bentuk konsistensi UB di dalam mendukung Palestina, khususnya dalam mendukung kemanusiaan. Insya Allah tanggal 24 nanti akan ada seminar nasional tentang masa depan Palestina pasca kemerdekaan,” jelasnya.
Sementara itu Ketua UB Palestine Solidarity, Prof. Dr. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes., Sp.ParK., menambahkan bahwa UB sedang memfinalisasi beberapa langkah nyata sebagai bentuk solidaritas akademik.
“Mengadakan FGD, hasilnya akan kita sampaikan kepada pemerintah Indonesia dalam hal mendukung kemerdekaan Palestina. Ini juga tadi seperti disampaikan Pak Rektor, ada kegiatan pemberian beasiswa kepada salah satu dokter dari Palestina untuk mengambil program spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Saat ini masih dalam proses kedatangan mahasiswa tersebut,” ungkap Prof. Loeki.
Langkah itu, menurutnya, bukan hanya simbol dukungan, melainkan juga investasi jangka panjang untuk mencetak sumber daya manusia Palestina yang kuat, sehingga kelak berkontribusi dalam pembangunan negaranya
Pernyataan Resmi UB
Dalam pernyataan sikap resmi bertajuk Komitmen Sivitas Akademika Universitas Brawijaya untuk Mendukung Kemerdekaan Palestina dan Perdamaian Dunia, UB menegaskan tiga poin utama:
- Selalu mendukung kemerdekaan dan kedaulatan bagi bangsa Palestina.
- Berada di barisan terdepan untuk menegakkan keadilan atas tragedi kemanusiaan di Palestina.
- Menumbuhkan solidaritas melalui seminar, forum internasional, hingga bantuan nyata untuk rakyat Palestina.
Deklarasi ini, menurut UB, tidak hanya bentuk kepedulian, melainkan juga peringatan agar dunia tidak abai terhadap pelanggaran kemanusiaan.
Kritik Veto dan Refleksi Indonesia
Dukungan UB mencerminkan konsensus publik Indonesia yang sejak lama menolak segala bentuk penjajahan, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Namun, seruan UB agar Amerika Serikat tidak lagi menggunakan hak veto menjadi catatan kritis. Hak veto, yang kerap menjadi batu sandungan dalam isu Palestina, dipandang sebagai simbol timpangnya sistem internasional.
Di titik ini, suara akademisi UB menegaskan bahwa universitas bukan sekadar menara gading, melainkan agen moral yang ikut menyuarakan keadilan global. UB tidak hanya mengutuk, tetapi juga memberi kontribusi nyata—dari ruang akademik hingga pemberian beasiswa.
Menjaga Spirit Kemanusiaan
Momentum pengakuan Palestina di PBB memberi ruang bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk memperkuat peran sosialnya. UB memilih jalan konsisten: mengingatkan pemerintah, mendorong solidaritas masyarakat, sekaligus mengawal nilai-nilai kemanusiaan agar tidak terkikis oleh politik praktis.
“Negara memiliki kewajiban untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk kemerdekaan setiap bangsa untuk menentukan jati dirinya sendiri,” ujar Rektor UB menutup pernyataannya.
Sikap ini menegaskan bahwa perjuangan Palestina bukan sekadar isu luar negeri, melainkan ujian moral global: apakah dunia benar-benar siap menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, atau justru kembali tunduk pada kepentingan segelintir negara besar.(Din/Yor)