Kanal24, Malang – Upaya menemukan alternatif obat berbahan alami terus dilakukan seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap resistansi antibiotik dan efek samping obat kimia. Salah satu penelitian inovatif datang dari Dr. Siti Imroatul Maslikah, lulusan Program Doktor (S3) Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB), yang resmi diwisuda pada periode Oktober 2025. Dalam disertasinya, ia meneliti penggunaan liposom ekstrak sirih merah sebagai sistem penghantar (drug delivery system) untuk terapi antiinflamasi pada tikus yang terinfeksi Salmonella typhi.
Riset tentang Liposom Sirih Merah
Penelitian ini berangkat dari ide untuk memanfaatkan bahan alami sebagai alternatif antibiotik modern. Melalui pendekatan nanoteknologi, Siti mengembangkan liposom berbasis ekstrak daun sirih merah yang berfungsi menghantarkan zat aktif secara lebih efektif ke dalam tubuh.
Baca juga:
Arsitek Muda UB, Bangun Wajah Baru Tata Ruang Indonesia
“Temuannya menunjukkan bahwa liposom sirih merah dapat bekerja sebagai agen antiinflamasi yang hasilnya lebih baik dibandingkan obat kloramfenikol maupun ekstrak sirih merah biasa,” tutur Dosen FMIPA UM ini.
Menurut Siti, pengujian yang dilakukan menunjukkan potensi besar bahan tersebut untuk dikembangkan menjadi kandidat obat herbal modern. “Jika dibandingkan dengan obat di pasaran seperti kloramfenikol yang lazim digunakan untuk penderita tifus, hasil dari formulasi liposom sirih merah justru menunjukkan efektivitas yang lebih baik,” ungkapnya.
Perjuangan dalam Proses Penelitian
Namun, perjalanan penelitian ini tidak selalu mulus. Siti mengaku sering menghadapi kendala teknis selama uji laboratorium, mulai dari hasil uji antibakteri yang tidak stabil hingga perbedaan hasil antara pengujian satu dengan lainnya.
“Penelitian itu proses panjang. Tidak semua uji langsung berhasil. Kadang hasilnya tidak sesuai harapan, seperti saat pengujian antibakteri atau pelepasan zat aktif yang tidak berjalan optimal,” tuturnya.
Kendati demikian, ia menekankan pentingnya ketekunan dan semangat untuk terus mencoba. “Kegagalan itu bagian dari proses ilmiah. Yang penting adalah tidak berhenti berusaha dan tetap menjaga motivasi,” tambahnya.
Strategi Lulus Tepat Waktu
Capaian akademik Siti juga mencatatkan prestasi membanggakan. Ia lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4,00 dalam waktu 2 tahun 10 bulan, termasuk salah satu lulusan tercepat di program doktor FMIPA UB. Sejak awal diterima sebagai mahasiswa S3, ia sudah menyusun strategi agar studi berjalan efisien.
“Begitu pengumuman kelulusan diterima di UB, keesokan harinya saya langsung inden laboratorium bersama mahasiswa kimia. Itu strategi supaya penelitian bisa langsung berjalan,” ungkapnya sambil tersenyum.
Menjaga Keseimbangan antara Riset dan Profesi
Selain berstatus peneliti, Siti juga aktif bekerja di bidang profesional yang menuntut banyak waktu. Ia mengaku tantangan terbesar adalah membagi waktu antara pekerjaan dan penelitian.
“Kalau sudah bekerja, waktu untuk meneliti memang terbatas. Tapi bagi yang masih fresh graduate, itu peluang besar untuk fokus meneliti lebih dalam dan lebih lama,” ujarnya memberi saran.
Bagi Siti, kunci utama keberhasilan dalam dunia riset adalah motivasi dan disiplin diri. Ia berharap peneliti muda di Indonesia dapat terus mengembangkan potensi bahan alam melalui pendekatan ilmiah yang modern.
“Penelitian tentang liposom sirih merah ini baru langkah awal. Harapannya bisa terus dikembangkan hingga menjadi produk obat yang aman, efektif, dan bisa diproduksi massal di masa depan,” pungkasnya. (nid/yor)