Kanal24, Kota Batu — Di tengah meningkatnya tekanan terhadap sektor pertanian akibat perubahan iklim dan keterbatasan lahan, pengelolaan limbah ternak menjadi salah satu solusi strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Melihat urgensi tersebut, Tim Program Doktor Mengabdi (DM) Ketahanan Pangan Universitas Brawijaya (UB) hadir di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, untuk mengembangkan inovasi pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
Tim yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS itu melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Pemanfaatan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Organik untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan bersama Kelompok Tani Mojomakmur. Program ini menjadi bagian dari komitmen UB dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan sekaligus memperkuat kemandirian pangan berbasis inovasi lokal.
Acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Kelompok Tani Mojomakmur, Mianto, S.Th., yang menyampaikan persoalan klasik petani di wilayah tersebut: penumpukan limbah kambing yang belum termanfaatkan secara optimal. “Selama ini limbah ternak kambing seringkali hanya menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap, bahkan berpotensi mencemari lingkungan,” ujarnya. Mianto berharap kegiatan ini dapat memberikan solusi praktis bagi petani agar limbah yang sebelumnya menjadi masalah bisa diubah menjadi sumber daya produktif.

Sebagai narasumber, Andik Kurniawan, SP, dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kasembon, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang, memberikan paparan teknis mengenai pembuatan pupuk organik padat dan cair. Ia juga memperkenalkan teknologi tepat guna (TTG) untuk mempercepat proses fermentasi limbah ternak.
“Pengolahan limbah menjadi pupuk organik tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menekan biaya produksi dan meningkatkan kesuburan tanah,” terang Andik. Ia menambahkan, penerapan teknologi sederhana bisa membantu petani menghemat biaya pembelian pupuk kimia sekaligus menjaga ekosistem pertanian yang lebih sehat.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Mahmudi menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata kontribusi perguruan tinggi dalam memperkuat peran masyarakat desa dalam sistem pangan berkelanjutan. “Melalui program Doktor Mengabdi, kami ingin membantu petani beralih menuju sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Limbah ternak yang selama ini menjadi masalah justru bisa menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” tegasnya.
Pelatihan tidak hanya berisi penyampaian teori, tetapi juga praktik langsung pembuatan pupuk organik menggunakan bahan-bahan lokal seperti kotoran kambing, sekam padi, dedak, dan aktivator mikroba. Para peserta terlihat antusias mengikuti setiap tahap proses fermentasi hingga pengemasan pupuk. Selain itu, tim juga membuka ruang diskusi tentang peluang pemasaran pupuk organik hasil produksi kelompok tani agar bisa bernilai jual dan memperkuat ekonomi lokal.
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi para petani Mojorejo untuk memahami konsep pertanian sirkular, di mana limbah tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan sumber daya yang bisa dimanfaatkan kembali. Pendekatan ini sejalan dengan misi UB untuk menghadirkan inovasi yang aplikatif dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan dan usulan tindak lanjut setelah kegiatan berakhir. Beberapa petani bahkan berencana membentuk kelompok kecil untuk memproduksi pupuk organik secara berkelanjutan dan menjadikannya bagian dari usaha tani mereka.
Program Doktor Mengabdi Ketahanan Pangan Universitas Brawijaya menjadi salah satu contoh konkret peran perguruan tinggi dalam mendukung transformasi pertanian berkelanjutan di Indonesia. Melalui sinergi antara akademisi, penyuluh, dan masyarakat desa, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem pangan yang mandiri, produktif, dan ramah lingkungan di wilayah Batu dan sekitarnya.
Dengan pendekatan ilmiah dan pemberdayaan yang partisipatif, UB kembali menegaskan komitmennya bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi harus hadir di tengah masyarakat — menjadi solusi nyata bagi pembangunan dan kesejahteraan bersama.(Din)
 
			 
			










 
															