Kanal24, Malang – Di tengah tantangan berkurangnya lahan pertanian produktif, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) menegaskan pentingnya sinergi antara inovasi teknologi, penguatan sumber daya manusia (SDM), dan kelembagaan dalam menjaga keberlanjutan sistem pangan nasional. Pandangan ini disampaikan oleh Prof. Ir. Arifin Noor Sugiharto, Ketua Senat Akademik Fakultas (SAF) FP UB.
Menurut Prof. Arifin, masalah utama yang dihadapi sektor pertanian Indonesia bukan hanya penyusutan lahan, tetapi juga keterlambatan inovasi dan rendahnya adaptasi teknologi di tingkat petani. Ia menilai, keberhasilan pertanian masa depan akan ditentukan oleh kemampuan bangsa dalam mengintegrasikan teknologi dengan pemahaman lokal.
“Teknologi harus menjadi bagian dari solusi. Tapi teknologi tidak bisa dilepaskan dari konteks lokal. Tidak ada benih yang bisa ditanam di mana saja—harus dikembangkan sesuai karakter wilayahnya,” tegasnya saat ditemui usai Rilis Outlook Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan 2025 yang menjadi bagian dari Dies Natalis ke-65 FP UB.
Prof. Arifin menjelaskan bahwa inovasi benih adaptif untuk kondisi spesifik wilayah menjadi langkah strategis dalam menjaga produktivitas pertanian. “Inovasi itu bukan sekadar membuat benih unggul, tapi membuat benih yang cocok untuk Jawa, berbeda dengan Papua atau daerah semi-arid seperti NTT,” ujarnya.
Selain teknologi, penguatan SDM menjadi faktor yang sangat menentukan. Menurutnya, petani di lapangan harus dibekali dengan kemampuan memahami konsep pertanian berkelanjutan, bukan hanya keterampilan teknis produksi.
“Petani harus paham bahwa pertanian berkelanjutan itu bukan cuma soal hasil panen tinggi, tapi bagaimana tetap bisa berproduksi tanpa merusak lingkungan,” tuturnya.
Prof. Arifin juga menyoroti pentingnya memperhatikan disparitas tantangan antarwilayah di Indonesia. Di Pulau Jawa, lahan pertanian semakin menyempit karena tekanan pembangunan, sedangkan di kawasan timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), permasalahan lebih kompleks pada aspek kelembagaan dan budaya lokal.
“Teknologi secanggih apa pun tidak akan berhasil kalau kita tidak memahami kelembagaan dan kultur masyarakat di sana. Maka inovasi sosial dan regulasi juga harus berjalan seiring,” ujarnya menekankan.
Sebagai Ketua Senat Fakultas, Prof. Arifin memastikan pihaknya akan terus mendorong agar capaian akademik dan riset di FP UB semakin terarah dan berdampak nyata. Senat, katanya, berperan penting dalam mengawal visi fakultas agar sejalan dengan misi universitas dan kebutuhan masyarakat.
“Tugas kami memastikan setiap capaian akademik terukur, relevan, dan mendukung visi besar UB sebagai universitas riset yang memberi manfaat nyata bagi bangsa,” pungkasnya.(Din)










