Kanal24, Malang – Dalam Seminar Nasional bertajuk “Optimalisasi Agroekosistem Tebu Menuju Swasembada Gula Nasional” yang digelar oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) di Auditorium FP UB pada Rabu, 6 November 2025, Ketua Umum PERAGI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS, mengingatkan bahwa Indonesia telah kehilangan posisi sebagai kekuatan gula dunia karena produktivitas tebu yang terus menurun.
Prof. Syakir menegaskan bahwa satu abad lalu, Indonesia adalah eksportir gula nomor 2 di dunia dengan produksi sekitar 3 juta ton—tetapi sekarang berada di posisi “hipotip terbesar” akibat kinerja yang menurun drastis.
“Produktivitas kita dulu mencapai 11–13 ton per hektar, sekarang bahkan ada wilayah yang produktivitasnya di bawah 10 %,” katanya mengutip angka historis, sambil menegaskan bahwa perubahan besar sudah mendesak.
Menurut dia, persoalan utama bukan hanya soal luas lahan yang makin menyusut, tetapi bagaimana inovasi teknologi, benih adaptif, SDM petani, dan ekosistem industri hilir tebu terabaikan.
“Benih bukan bisa untuk ‘setara Mars’—yang cocok di Jawa belum tentu cocok di wilayah semi-kering seperti NTT. Teknologi harus lokal, SDM harus paham, industri harus siap,” tegasnya.
Prof. Syakir juga mengingatkan bahwa angka kemiskinan dan gini rasio masih besar di sektor pertanian pedesaan. Karena itu, pembangunan pertanian harus menjadi program strategis nasional:
“Jika sektor ini berhasil, kemiskinan turun, urbanisasi bisa ditekan, devisa bisa kita ekspor lagi, dan nilai diri bangsa bisa terangkat,” ujarnya.
Di hadapan peserta seminar yang terdiri dari dosen, peneliti, petani, serta pelaku industri tebu, Prof. Syakir menekankan bahwa saatnya menjadikan tebu sebagai komoditas unggulan yang mengekspor teknologi, bukan hanya bahan mentah. Hilirisasi, optimalisasi agroekosistem, serta sinergi antara akademisi dan industri menjadi kunci utama.
“Jangan sampai kita hanya bangga pada sejarah, tetapi gagal mempertahankan kejayaan itu. Ini bukan sekadar nasehat—ini panggilan untuk aksi nyata,” tutupnya.
Seminar ini menjadi bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-65 FP UB, menegaskan posisi fakultas sebagai penggerak riset dan inovasi agronomi di Indonesia. Dengan tema yang sangat strategis, kegiatan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan serta roadmap konkret menuju swasembada gula yang inklusif dan berkelanjutan.(Din)










