Kanal24, Malang – Arah pembangunan peternakan unggas nasional menuntut lahirnya teknologi reproduksi yang lebih efisien, terutama untuk meningkatkan mutu genetik ayam lokal yang selama ini masih bergantung pada sistem kawin alam.
Kebutuhan tersebut menjadi latar belakang diselenggarakannya Disertasi “Suplementasi Glukosa dan Glisin pada Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur (RLKT) terhadap Kualitas Semen Cair dan Semen Beku Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB)” oleh Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) di Aula Gedung Pascasarjana Fapet lantai 5, Kamis (20/11/2025). Kegiatan ini menghadirkan jajaran penguji dan promotor, termasuk Prof. Dr. Ir. Trinil Susilowati, MS., IPU., ASEAN Eng, serta Dr. Junaedi, S.Pt., M.Si selaku promovendus.
Baca juga:
UB–IDREN Luncurkan Firewall “Pamugas”, Perkuat Pertahanan Siber Kampus

Terobosan untuk Perbaikan Mutu Genetik Ayam Lokal
Dalam pemaparannya, Prof. Trinil menekankan bahwa penelitian ini merupakan langkah penting dalam pengembangan teknologi reproduksi unggas berbasis inovasi lokal.
“Penelitian Pak Junaedi ini mendapatkan formula pengencer semen untuk perbaikan mutu genetik ayam lokal. Ini terobosan teknologi yang nantinya bisa memperbaiki mesin genetik maupun pelestariannya. Selama ini industri ayam masih banyak menggunakan kawin alam yang memiliki kelemahan, seperti tidak semua pejantan unggul digunakan sebagai indukan. Dengan inseminasi buatan kita bisa memilih yang terbaik,” ujar Prof. Trinil.
Ia menambahkan, inovasi ini sangat penting untuk menekan ketergantungan pada produk impor sekaligus memperluas pengembangan ayam KUB sebagai salah satu unggulan nasional di wilayah-wilayah seperti Sulawesi yang banyak menggunakan ayam lokal sebagai sumber protein.
Kelemahan Sistem Kawin Alam
Dr. Junaedi menjelaskan bahwa gagasan penelitiannya berangkat dari realitas di lapangan. Baik peternakan rakyat maupun industri besar masih banyak bergantung pada metode kawin alam yang dinilai tidak efisien dan menimbulkan berbagai kendala produksi.
“Masalah utama di manajemen perkawinan unggas adalah masih dominannya kawin alam, baik di peternakan rumah tangga maupun industri. Penelitian kami tentang semen cair dan semen beku diharapkan menjadi terobosan baru bagi pemangku kepentingan, agar teknologi inseminasi buatan bisa diterapkan lebih luas,” jelasnya.
Menurutnya, bahkan perusahaan besar di Indonesia belum memaksimalkan teknologi inseminasi buatan. Temuan dari disertasi ini menawarkan inovasi yang dapat diaplikasikan baik pada peternakan rakyat maupun sentra industri unggas berskala besar.
Dua Teknologi Reproduksi: Aplikasi di Lapangan dan Lembaga Riset
Dalam disertasi tersebut, Junaedi mengembangkan dua bentuk teknologi reproduksi yang memiliki fungsi berbeda namun saling melengkapi. Ia menjelaskan bahwa teknologi semen cair dapat langsung digunakan oleh peternak rakyat maupun industri unggas berskala besar karena praktis dan mudah diterapkan dalam proses inseminasi buatan.
Sementara itu, semen beku ditujukan bagi lembaga riset yang membutuhkan materi genetik untuk analisis mendalam, mulai dari pengujian pewarisan sifat hingga program pemuliaan unggas jangka panjang. “Teknologi semen cair bisa digunakan di peternakan rakyat dan industri besar. Sedangkan semen beku penting untuk lembaga riset dalam mempelajari pewarisan sifat serta mendukung pemuliaan unggas,” terangnya.
Prinsip Biologis: Peran Glukosa dan Glisin dalam Melindungi Spermatozoa
Sebagai inti dari penelitiannya, Dr. Junaedi mengombinasikan glukosa dan glisin sebagai suplemen dalam pengencer RLKT. Kedua komponen ini dipilih berdasarkan fungsi biologis yang mendukung ketahanan dan kualitas spermatozoa selama penyimpanan.
“Glukosa kami gunakan sebagai sumber energi karena merupakan karbohidrat paling sederhana. Sementara glisin adalah asam amino sederhana yang menjadi prekursor antioksidan glutation. Glisin kami harapkan berperan meredam radikal bebas selama penyimpanan sperma sehingga memberikan efek protektif optimal,” jelasnya.
Dengan sentuhan bioteknologi ini, kualitas semen cair dan semen beku ayam KUB dapat dipertahankan lebih lama, sehingga meningkatkan efisiensi distribusi dan penggunaan dalam program inseminasi buatan.

Harapan bagi Riset Reproduksi Unggas Indonesia
Dalam penutup presentasinya, Dr. Junaedi menyampaikan pesan penting bagi komunitas akademik dan peneliti di Indonesia.
“Harapan kami, para ilmuwan tidak melulu berkutat pada riset ternak besar. Indonesia memiliki unggas sebagai penyumbang utama daging nasional, tetapi penelitian reproduksi unggas masih sangat minim. Kami berharap riset-riset seperti ini semakin dikembangkan agar menghasilkan teknologi yang lebih baik.”
Disertasi yang dipresentasikan di Fapet UB ini menegaskan pentingnya inovasi lokal untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Pengembangan teknologi inseminasi buatan melalui formulasi pengencer semen berbasis glukosa dan glisin bukan hanya menawarkan efisiensi produksi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pemuliaan ayam lokal seperti KUB. Dengan riset yang terus berkelanjutan, Indonesia berpotensi menjadi pusat teknologi reproduksi unggas yang mandiri, kompetitif, dan berbasis kekayaan genetik sendiri. (nid/ptr)










