Di tengah derasnya ekspansi budaya dunia dan derasnya arus digitalisasi yang memungkinkan plagiarisme serta klaim budaya lintas negara terjadi dengan sangat cepat, pelestarian batik Indonesia menghadapi tantangan serius. Banyak motif batik yang hilang identitasnya, tidak terdokumentasikan secara akademik, bahkan berisiko diklaim negara lain karena lemahnya proteksi dan pendataan berbasis riset. Di saat yang sama, industri batik membutuhkan transformasi modern agar dapat bersaing di pasar global melalui teknologi digital. Kebutuhan itulah yang melatarbelakangi lahirnya Website dan Mobile Apps Batikpedia, yang resmi diluncurkan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (FIB UB) pada Jumat–Sabtu (21–22/11/2025).
Baca juga : UB Menuju Workstation UNESCO, Dorong Diplomasi Budaya Indonesia di Level Global
Batikpedia menjadi platform basis data digital yang mendokumentasikan kekayaan 382 motif batik dari 25 perajin di empat wilayah utama Jawa Timur: Malang Raya, Tulungagung, Trenggalek, dan Lamongan. Seluruh data disajikan secara komprehensif mencakup filosofi motif, teknik pembuatan, bahan pewarna, ukuran kain, hingga identitas budaya yang melatarbelakanginya. Platform ini tidak hanya menjadi repositori budaya, tetapi juga alat diplomasi global agar batik Indonesia memiliki proteksi yang kuat serta nilai ekonomi yang berkelanjutan.
Konservasi Digital sebagai Kebutuhan Mendesak
Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc, menegaskan bahwa peluncuran Batikpedia merupakan langkah strategis untuk mengamankan warisan batik sebagai aset peradaban bangsa.
“Batik merupakan kearifan lokal yang sangat berharga setelah memperoleh pengakuan dari UNESCO. Universitas memiliki tanggung jawab moral dan akademik untuk turut melestarikan batik melalui konservasi digital,” tegasnya saat meresmikan aplikasi.
Digitalisasi dipandang sebagai instrumen penting agar batik tidak lagi hanya menjadi produk budaya, tetapi juga basis pengetahuan ilmiah yang dapat diakses, dipelajari, dan dikembangkan lintas negara.
Ketua proyek Batikpedia, Fitriana Puspita Dewi, Ph.D, menjelaskan bahwa platform ini awalnya merupakan hasil kolaborasi riset dengan Ritsumeikan University Kyoto, Jepang, melalui pendanaan Join Research Project 2023.
“Melalui teknologi digital ini, kekhasan batik Jawa Timur lebih dikenal dan memungkinkan terbukanya pintu kolaborasi penelitian lintas negara,” ujarnya.

Fitur Inovatif: AI, Museum 3D, dan Multibahasa
Batikpedia dirancang tidak sekadar menjadi pusat informasi statis, tetapi menjadi ruang kreativitas yang mendorong perajin, peneliti, dan generasi muda untuk menciptakan inovasi baru di dunia batik. Di dalamnya, tersimpan basis data akademik yang disusun melalui penelitian antropologi dan desain visual, memastikan setiap motif tidak hanya dipajang sebagai gambar, tetapi dijelaskan konteks budaya serta filosofi yang melahirkannya.
Pengalaman mengenal batik di Batikpedia semakin imersif melalui kehadiran Museum 3D, yang memungkinkan pengunjung menelusuri tampilan kain batik secara digital seolah melihat langsung di ruang pameran. Teknologi kecerdasan buatan juga hadir sebagai bagian penting platform ini—baik melalui AI Generator motif, yang mampu menciptakan inspirasi desain baru berbasis pengolahan visual, maupun AI Scanner yang memungkinkan identifikasi motif batik hanya dengan memotret pola kain melalui gawai.
Tidak hanya itu, Batikpedia menyediakan Story Map, peta interaktif yang memvisualisasikan persebaran batik berdasarkan daerah asal, karakteristik budaya, serta ekologi lokal yang melatarbelakangi perkembangan motif. Pengguna dapat melihat bagaimana lingkungan, sejarah kota, hingga tradisi masyarakat membentuk identitas visual batik di tiap wilayah Jawa Timur.
“Website Batikpedia telah disiapkan dalam tiga bahasa—Indonesia, Inggris, dan Jepang—untuk mendukung aksesibilitas internasional,” jelas Muhammad Makarim, tim pengembang dari FILKOM UB.
Saat ini Batikpedia hadir dalam versi mobile yang dapat diunduh melalui website resmi FIB UB, dan tengah dikembangkan menuju Playstore dengan pembaruan fitur seperti game edukasi batik, serta integrasi bahasa daerah untuk memperkuat akar budaya di ruang digital.

Memberdayakan Perajin dan Memperkuat Ekonomi Kreatif
Batikpedia berperan sebagai ruang temu antara pengetahuan budaya, akademisi, pemangku kebijakan, dan komunitas perajin. Sistem dokumentasi motif yang terstandar membantu perajin memperkuat legalitas produk, meningkatkan daya saing, dan membuka akses pasar internasional.
Dekan FIB UB, Sahiruddin, S.S., M.A., Ph.D, menyampaikan bahwa Batikpedia akan menjadi instrumen penting untuk melindungi kekayaan batik dari potensi klaim budaya.
“Harapannya heritage Indonesia bisa diklaim untuk Indonesia. Kami sudah memiliki Batikpedia dari batik lokal yang sudah didigitalisasi sehingga profil tiap karya-karya batik bisa diakses dan tidak bisa dikirim oleh pihak luar negeri,” tegasnya.
Selain dokumentasi, Batikpedia diarahkan untuk memperkuat branding Malang sebagai Kota Kreatif UNESCO, sekaligus mendukung Sister Village dan jejaring desa budaya.
Tokoh budaya Wahyudi (Ki Demang – Kampung Budaya Polowijen) menilai Batikpedia akan mempercepat transformasi ekonomi berbasis budaya di Jawa Timur.
“Ini sebagai model pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya yang berbasis heritage innovation dan bisa direplikasi kota lain,” ujarnya.
Batikpedia menjadi tonggak penting bahwa konservasi budaya kini tidak lagi hanya dilakukan melalui pelestarian fisik, tetapi melalui teknologi digital sebagai senjata diplomasi identitas bangsa. Dengan riset, teknologi, dan jaringan global, batik bukan lagi sekadar warisan masa lalu, tetapi aset strategis masa depan Indonesia di tingkat dunia.(Din/Dhit)










