KANAL24, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP , Deddy Sitorus, menolak penyelesaian masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui skema dana talangan atau bailout .
Penegasan ini disampaikan Deddy dalam diskusi di Upnormal Coffe, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jakarta, Minggu (29/12/2019).
Deddy mengatakan masalah Jiwasraya terjadi sejak 1998 saat krisis moneter. Kemudian tahun 2006, Jiwasraya sudah mengalami defisit sekitar Rp3,2 triliun.
Walau demikian, secara pribadi Deddy menolak dilakukan bailout . Pemerintah bisa mencoba cara holding instansi untuk menyelesaikan masalah ini. Tetapi masalahnya, apakah nasabah rela atau tidak uangnya tertahan.
“Cuma masalahnya memang 35 persen mau bertahan, 65 persen tetap mau ambil itu uang. Nah ini kan dalam proses, semua ini kita perlu dukung,” tutur Deddy.
Deddy menilai usulan bailout merupakan pola pikir yang salah. Menurut dia, akan menjadi kebiasan buruk jika setiap BUMN sekarat langsung meminta dana talangan ke pemerintah.
“Pesta pora di dalam satu perusahaan pemerintah, lalu uang rakyat yang harus menalangi, dan sebelum sampai bailout , banyak proses yang sebenarnya masih bisa dijalankan,” ujar Deddy.
Pada akhir 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menawarkan diri menjadi mediator dalam kasus gagal bayar Jiwasraya. Namun, OJK dinilai terkesan kurang tegas dan sensitif.
“Sudah ada tiga investor yang sudah di- bidding untuk menjadi investor baru di situ, nah nanti holdingisasi dan restrukturisasi juga akan dilakukan sehingga saya kira ini tidak akan sampai bailout ,” ucap Deddy.
Kasus Jiwasraya bermula dari laporan pengaduan masyarakat dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi sejak 2014-2018.
Jiwasraya melalui unit kerja pusat bancassurance dan aliansi strategis menjual produk JS Saving Plan dengan tawaran persentase bunga tinggi berkisar 6,5 persen-10 persen sehingga memperoleh pendapatan total dari premi Rp53,27 triliun.
Hingga Agustus 2019, Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun agar bisa mencapai rasio Risk Based Capital (RBC) minimal 120 persen. Secara umum, RBC adalah pengukuran tingkat kesehatan finansial suatu perusahaan asuransi, dengan ketentuan OJK mengatur minimal batas RBC sebesar 120 persen.
Terdapat empat alternatif penyelamatan Jiwasraya. Mulai dari strategic partner yang menghasilkan dana Rp5 triliun, inisiatif holding asuransi Rp7 triliun, menggunakan skema finansial reasuransi Rp1 triliun, dan sumber dana lain dari pemegang saham Rp19,89 triliun. Jadi, total dana yang dihimpun dari penyelamatan tersebut Rp32,89 triliun.
Ada delapan perusahaan yang tertarik menyuntikkan dana untuk Jiwasraya. Satu perusahaan dengan penawaran terbaik akan dipilih untuk menjadi pemegang saham anak usaha Jiwasraya, Jiwasraya Putra.
Jiwasraya Putra telah membuat perjanjian kerja sama distribusi. Salah satunya melalui kerja sama kanal pemasaran bancassurance. Kerja sama tersebut akan menggandeng perusahaan BUMN seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Pegadaian, PT Telekomunikasi Seluler, dan PT Kereta Api Indonesia. (sdk)