KANAL24, Jakarta – PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tahun ini menargetkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar delapan hingga sembilan persen. Bank “pelat merah” ini bakal lebih fokus menggenjot pertumbuhan dana murah ketimbang deposito.
“DPK, sesuai rencana kerja kami, kami upayakan bisa tumbuh antara 8-9% pada tahun ini,” kata Direktur Consumer dan Retail BMRI, Hery Gunardi di Jakarta, Minggu (27/1/2020).
Hery menjelaskan kondisi likuiditas di pasar perbankan mungkin lebih baik dibanding tahun lalu. Karena itu, BMRI mencoba akan meningkatkan rasio dana murah, yaitu giro dan tabungan lebih besar lagi pada tahun ini.
Tahun lalu Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan perolehan DPK sebesar Rp933,1 triliun. Jumlah ini tumbuh 10,91% dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp840,9 triliun. Pertumbuhan DPK BMRI sebetulnya meningkat dibanding 2018.
Pada saat itu DPK BMRI hanya tumbuh 3,07% dibanding akhir 2017 yang mencapai Rp815,8 triliun.
“Rasio dana murah kita pada 2018 mencapai 64%. Tahun lalu mencapai 65%. Tahun ini kita coba supaya rasio sana murah kita dari total DPK mencapai 65,5% sampai 66%,” ujar Hery.
Salah satu cara menggenjot dana murah adalah terus memaksimalkan layanan branchless banking, yang tak hanya difokuskan menggenjot penyaluran kredit mikro di berbagai pelosok Indonesia. Debitur kredit mikro BMRIjuga diharapkan membuka rekening tabungan.
Bank Mandiri (BMRI mengembangkan branchless banking melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD) milik Bank Indonesia maupun program Laku Pandai milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akhir tahun lalu, total agen LKD BMRI mencapai 89.856 orang, sementara agen Laku Pandai mencapai 101.744 orang.
“Sejauh ini pengembangan terbanyak branchless banking ada di Sumatera dan Kalimantan. Namun ke depan, Indonesia Timur seperti Makassar akan jadi prioritas,” tutur Hery.
Walau demikian, bukan berarti BMRI mengabaikan sama sekali penghimpunan dana mahal deposito. Walau bagaimanapun, Hery mengakui tetap membutuhkan deposito untuk menjaga likuiditas Bank Mandiri (BMRI). Namun, agar tak membenani biaya dana, pihaknya tidak akan jor-joran melakukan perang bunga deposito dengan perbankan lain.
“Kami lebih selektif saja dalam memberikan special rate bagi nasabah besar. Untuk apa? Supaya beban biaya dana bisa dikurangi,” kata Hery.
Tahun lalu, deposito BMRI mencapai Rp262,9 triliun atau tumbuh 6,30% dibanding akhir 2018 sebesar Rp247,3 triliun. Sementara giro tercatat mencapai Rp236,4 triliun. Giro tercatat tumbuh paling tinggi sebesar 23,50% dibanding akhir 2018 sebesar Rp191,4 triliun.
Untuk tabungan, tahun lalu BMRI menghimpun Rp315,9 triliun. Tercatat hanya mampu tumbuh 5,01% dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp300,8 triliun. Pertumbuhan tabungan tercatat paling rendah di antara total DPK. (sdk)