KANAL24, Jakarta – Indonesia perlu menggenjot pertumbuhan investasi dan pertumbuhan industri nasional. Tanpa itu, Indonesia akan selamanya terjebak menjadi negara kelas menengah (middle income trap).
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani menyayangkan fenomena perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Kenyataanya, investasi asing yang berpindah dari China kebanyakan masuk ke Malaysia Kamboja Vietnam.
“Ke Indonesia justru paling sedikit. Padahal tanpa investasi, Indonesia akan terjebak di middle income trap,” kata Rosan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Rosan sangat menyayangkan gagalnya Samsung masuk berinvestasi dan membangun pabrik di Indonesia. Samsung akhirnya memilih Vietnam. Tahun lalu, nilai ekspor Samsung dari pabrik di Vietnam mencapai USD70 miliar. Artinya Indonesia kehilangan potensi nilai ekspor USD70 miliar yang seharusnya itu tercatat sebagai ekspor Indonesia.
“Ini semata – mata karena regulasi dan kebijakan yang tidak harmonis dan sengkarut. Padahal market Indonesia terbesar di ASEAN. Sebanyak 40% kegiatan ekonomi ASEAN, itu berada di Indonesia,” jelas Rosan.
Rosan mengakui arus investasi yang masuk ke Indonesia memang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sayangnya pertumbuhan industri justru turun dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kata lain Indonesia mengalami deindustrialisasi dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan industri manufaktur mencapai 19% tahun lalu. Sementara pada tahun 2004, pertumbuhan industri manufaktur masih berkisar 29%. Rata – rata pertumbuhan industri manufaktur kini selalu di bawah pertumbuhan GDP nasional.
“Industri kita tidak meningkat. Selain itu penciptaan lapangan kerja malah melemah. Ini terjadi karena realisasi investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak ke sektor jasa dan sektor digital. Akibatnya penciptaan lapangan kerja menjadi tidak optimal,” ucap Rosan.
Masalah lain adalah biaya logistik Indonesia masih sangat tinggi. Oleh sebab itulah memang diperlukan pemerataan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Selain itu, perlu juga Indonesia harus menggenjot pendidikan vokasi. Faktanya lebih dari separuh tenaga kerja di Indonesia mayoritas pendidikan SMP menengah bawah. Ironi lain adalah lulusan SMK lebih banyak jadi pengangguran. Padahal lulusan SMK seharusnya lebih siap kerja.
Oleh sebab itulah, Rosan menyarankan untuk pemerintah memang harus melalukan perubahan struktural. Salah satunya melalui Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law RUU Perpajakan. “Tanpa ini, target 2045 Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia akan sulit tercapai,” tegas Rosan. (sdk)