oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Bermula dari kisah Nabi Sulaiman yang mendapatkan kabar dari burung Hud tentang adanya sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang perempuan penyembah matahari yaitu kerajaan saba’ dengan seorang ratu bernama Bilqis. Nabi Sulaiman mengirim surat dakwah kepadanya dan mengundangnya untuk datang ke kerajaan Nabi Sulaiman. Untuk menjamu tamu dari kerajaan Saba’ ini maka Nabi Sulaiman memerintahkan bala tentaranya yang terdiri dari jin dan manusia termasuk burung dan kalangan hewan lainnya. Selain bermaksud untuk melemahkan psikologis lawan, nabi sulaiman juga ingin menunjukkan kekuasaannya yang luar biasa. Sebagaimana di jelaskan dalam teks sumber wahyu :
قَالَ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَؤُاْ أَيُّكُمۡ يَأۡتِينِي بِعَرۡشِهَا قَبۡلَ أَن يَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ
Dia (Sulaiman) berkata, “Wahai para pembesar! Siapakah di antara kamu yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku menyerahkan diri?” (QS. An-Naml, Ayat 38)
Apabila ditarik dalam konteks komunikasi pelayanan prima maka kisah pada ayat ini seakan ingin memberikan pelajaran bahwa ada suatu niat kuat dari si pemberi layanan untuk menghadirkan satu suasana yang dekat dengan suasana dari si penerima layanan. Kedekatan suasana memungkinkan penerima layanan akan merasa lebih nyaman sehingga mampu mengantarkan pada perasaan puas. Ayat selanjutnya menjelaskan :
فَلَمَّا جَآءَتۡ قِيلَ أَهَٰكَذَا عَرۡشُكِۖ قَالَتۡ كَأَنَّهُۥ هُوَۚ وَأُوتِينَا ٱلۡعِلۡمَ مِن قَبۡلِهَا وَكُنَّا مُسۡلِمِينَ
Maka ketika dia (Balqis) datang, ditanyakanlah (kepadanya), “Serupa inikah singgasanamu?” Dia (Balqis) menjawab, “Seakan-akan itulah dia.” (Dan dia Balqis berkata), “Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An-Naml, Ayat 42)
Ayat ini selain ingin menunjukkan kekuasaan dan melemahkannya, boleh jadi pula Nabi Sulaiman ingin membuat tamu merasa seakan di rumah sendiri. Hal ini apabila di tarik dalam ranah kajian komunikasi pelayanan publik maka seakan memberikan sebuah pelajaran bahwa sudah menjadi tanggungjawab dari petugas layanan untuk membuat publik seakan berada di rumahnya sendiri (at home) agar mereka merasa nyaman. Suasana rumah adalah suasana kekeluargaan, penuh keterbukaan, penuh kepedulian, saling bantu, intinya adalah zona nyaman. Artinya bahwa selayaknya sebuah organisasi pelayanan harus mampu menciptakan suasana yang sedemikian rupa agar publik layanan merasa betah dan nyaman selama berinteraksi dan berada di ruang layanan. Demikian pula dalam realitas era 4.0 ini maka suasana nyaman juga harus diwujudkan melalui kemudahan akses, lengkapnya layanan dan kecepatan proses. Fitur layanan dalam sebuah aplikasi ibarat ruang kantor layanan yang harus didesain sedemikian rupa agar tampak indah dan membuat nyaman bagi para penerima layanan yang mampu mengantarkannya pada nilai kepuasan.
Agar seseorang merasa nyaman dan puas maka perlu upaya untuk selalu melakukan inovasi atas layanan yang ditawarkan. Hal demikian dilakukan oleh Nabi Sulaiman pada saat sebelum kedatangan tamunya, yaitu Ratu Balqis. Sebagaimana disebutkan dalam ayat :
قَالَ نَكِّرُواْ لَهَا عَرۡشَهَا نَنظُرۡ أَتَهۡتَدِيٓ أَمۡ تَكُونُ مِنَ ٱلَّذِينَ لَا يَهۡتَدُونَ
Dia (Sulaiman) berkata, “Ubahlah untuknya singgasananya; kita akan melihat apakah dia (Balqis) mengenal; atau tidak mengenalnya lagi.” (QS. An-Naml, Ayat 41)
Sebuah kesan yang di dapat dari ayat tersebut mengajarkan tentang pentingnya sebuah perubahan dan inovasi atas sebuah layanan agar layanan mampu membuat “shock” keterkejutan bagi publik, tentunya dalam makna yang positif. Inovasi dimaksudkan untuk membuat publik merasa nyaman dengan perubahan, menfasilitasi kemudahan dan kecepatan layanan sekaligus memberikan rasa percaya diri pada publik sebagai pihak yang merasa terhormat atas pelayanan tersebut.
Komunikasi pelayanan publik membutuhkan kesungguhan dan keseriusan dalam menerima tamu dan memberikan pelayanan sehingga pelayanan dapat dipersepsi terbaik dan itulah yang disebut pelayanan prima yang mengantarkan pada titik kepuasan dan loyalitas tertinggi. Cara meraih kemuliaan hanyalah dengan memuliakan orang lain.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB