oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Rasulullah adalah sosok seorang pemimpin yang paling sempurna dalam memberikan contoh keteladanan dalam berbagai interaksi. Beliau mampu menempatkan diri dan memperlakukan orang lain sesuai dengan potensi dan karakternya masing-masing secara tepat.
Rasulullah sangat mengenali karakter pada setiap sahabatnya dan memenuhi setiap karakternya itu dengan baik. Sebagai contoh, sahabat Umar adalah seseorang yang mudah tersinggung dan pencemburu. Maka Rasulullah bersikap sesuai dengan karakternya itu. Sebagaimana Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda, “Saat sedang tidur, aku melihat (dalam mimpiku) diriku berada di dalam surga, dan ada seorang perempuan sedang berwudhu di samping sebuah istana. Aku bertanya, Ini istana siapa?’ Mereka menjawab, Istana Umar bin Khattab.’ Aku ingin masuk dan melihat-lihat, tetapi aku ingat sifat pencemburumu, aku pun berbalik dan pergi. Umar menangis dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, bisakah aku merasa cemburu kepadamu?.” Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat peduli dengan perasaan para shahabat, dan jelas pula menunjukkan akan kemuliaan Umar bin Khattab (HR.Bukhari no.3242)
Demikian pula saat Nabi berinteraksi dengan Sahabat Utsman yang memiliki karakter pemalu, maka nabi memperlakukannya sesuai dengan karakternya itu. Sebagaimana di diriwayatkan oleh Aisyah ra. “Rasulullah yang berada di rumahku dan paha (atau tulang kering) beliau tersingkap. Abu Bakar meminta izin untuk masuk, beliaupun mengizinkannya sementara beliau tetap dalam keadaan demikian. Setelah itu, Umar meminta izin untuk masuk, dan dia mengizinkannya, sementara dia masih dalam keadaan yang sama, dan mereka berbincang-bincang. Selanjutnya, Utsman meminta izin untuk masuk, kemudian Rasulullah duduk dan membetulkan pakaiannya , kemudian Utsman masuk dan berbicara. Sesudah dia pergi, aku bertanya kepada beliau, ‘Ketika Abu Bakar masuk, engkau tidak terusik, kemudian Umar masuk, engkau pun tidak terusik. Lalu ketika Utsman masuk, engkau duduk dan membetulkan pakaianmu? ” . Beliau menjawab, Tidakkah aku malu dengan seseorang yang malaikat-malaikat pun malu” (HR. Muslim no.2401)
Perlakuan Nabi atas para sahabat disesuaikan dengan kemampuannya masing-masing serta memujinya berdasarkan kemampuannya itu. Sebagaimana sahabat Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda, “Yang paling pengasih di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling kuat dalam memegang agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, hakim yang terbaik adalah Ali bin Abi Thalib, yang paling paham Al-Qur’an adalah Ubay bin Ka’ab, wang paling rumit masalah halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal, yang paling paham tentang warisan adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat memiliki wali, dan wali umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah. (HR. Tirmidzi)
Demikian pula terhadap orang kaya di kalangan sahabat maka Rasulullah mengunjungi rumah mereka, makan di rumah mereka dan memerintahkan mereka bersedekah dengan harta. Sementara terhadap orang miskin dari kalangan sahabat maka Rasulullah duduk bersama mereka dan tidak bersikap sombong serta turut merasakan kesulitan mereka dan memberi keteladanan dalam kesabaran dan ketabahan. Bahkan terhadap kalangan Badui, Rasulullah bersikap lemah lembut dan penyayang terhadap merek meskipun mereka bersikap kasar bahkan Rasulullah menanggapi adab buruk mereka dengan kebaikan serta bersabar atas banyaknya pertanyaan mereka atau saat mereka menyela pembicaraan Beliau namun Rasulullah tetap memberi nasihat atas perbuatan kasar mereka.
Berdasarkan perilaku keteladanan Rasulullah ini dapat diambil pelajaran dalam konteks pelaksanaan komunikasi pelayanan publik bahwa selayaknya bagi para petugas pelayanan publik untuk benar-benar mengetahui dan mengenali karakter publik layanannya serta berbagai kebutuhan dari masing-masingnya. Kemudian perlakukan mereka sesuai karakter pada masing-masingnya. Perlakuan yang adil atas publik pelanggan bukanlah harus diperlakukan dengan satu gaya dan pendekatan bersikap melainkan bersikap atau bertindak sesuai dengan karakter dari masing-masing publik layanan sehingga pelayanan yang diberikan bersifat personal artinya setiap orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara mempribadi dan sangat dekat dengan dirinya. Pola komunikasi dan interaksi seperti ini yang nantinya akan dipersepsi bahwa petugas dan lembaga pemberi layanan adalah sangat dekat dengan dirinya sehingga mereka akan merasa puas dengan layanan yang diberikan dan selanjutnya akan melahirkan loyalitas dalam diri pelanggan atas lembaga layanan.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB