oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Mari kita buka lembar demi lembar sejarah tentang bagaimana penerimaan masyarakat Makkah atas Rasulullah saw. Tatkala masyarakat sedang melakukan perbaikan atas Ka’bah hingga pada tahap peletakan kembali batu hajar aswad ditempatnya, hampir-hampir terjadi konflik hebat namun akhirnya dapat terselesaikan oleh Nabi Muhammad dan mereka percaya penuh pada Nabi sebab kejujurannya selama ini. Demikian pula disaat Nabi mengumpulkan masyarakat Makkah dan kerabatnya di bukit Shafa untuk mengajak pada tauhid. Rasulullah menanyakan pada mereka tentang trustnya atas Rasulullah, seraya bertanya, “kalau sekiranya saya menyampaikan kepada kalian tentang adanya pasukan musuh di belakang bukit ini yang akan menyerang kamu, apakah kamu akan percaya..?”. Ternyata meereka menjawab percaya, karena memang pada dasarnya selama itu Rasulullah tidak pernah berbohong, selalu menampakkan sikap kejujuran sehingga mendapat gelar terhormat sebagai Al Amiin.
Demikian pula pada suatu ketika disaat duta kaum muslimin yang dipimpin oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi yang mengantarkan surat Nabi kepada raja romawi yang bernama Heraclius. Ada sebuah respon menarik dari raja romawi ini. sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa ia ia tidak menyangka kalau Rasulullah muncul dari bangsa Arab Makkah. “Seandainya aku tahu bahwa aku akan sampai kepada (masa)nya, pasti aku sangat ingin bertemu dengannya. Seandainya aku ada di hadapannya, pasti aku basuh kakinya,” kata Heraclius. Demikian kepercayaan yang diberikan oleh Heraclius kepada Rasulullah karena selain informasi kitab suci sebelumnya namun juga karena sikap Nabi yang sangat toleran pada saat periode Makkah.
Citra adalah hasil dari sebuah proses panjang yang secara konsisten diproduksi melalui tindakan-tindakan, sikap, perilaku, ucapan dan berbagai interaksi lainnya yang ditangkap dan di terima oleh orang lain. Kemudian pesan tersebut di persepsi oleh setiap orang sehingga manakala tindakan ucapan dan perilaku itu adalah suatu kebaikan dan dilakukan dengan sungguh-sungguh maka orang lain pun akan mempersepsi secara positif pula, sehingga lahirlah persepsi positif.
Sebaliknya jika seseorang melakukan tindakan atau ucapan dan secara konsisten dengan hal yang negatif, maka orang lain pun akan mempersepsi dengan negatif pula. Jika hal demikian dilakukan secara konsisten, maka akan membangun persepsi publik bahwa orang tersebut adalah orang baik dengan karakteristik sebagaimana yang dilakukannya selama ini. Kumpulan-kumpulan persepsi publik itulah yang disebut dengan image atau citra
Sehingga tindakan ucapan ataupun perilaku yang dilakukan oleh seseorang ataupun lembaga dan diproduksi secara konsisten, maka sesungguhnya sedang membangun sebuah citra (image). Untuk itu citra suatu lembaga merupakan akumulasi konsistensi dari tindakan dan sikap yang dilakukan oleh lembaga, itu melalui tindakan-tindakan kecil yang dilakukan oleh para petugas pelayanan atau faktor lainnya. Letak pentingnya perilaku pelayanan dari para petugas layanan yang bermula dari bangunan mindset layanan yang benar khususnya di dalam mempersepsi publik, pekerjaan dan dalam menilai dirinya sendiri.
Tindakan layanan yang ditunjukkan oleh para petugas layanan adalah hasil dari konsepsi mindset yang terbangun pada diri seluruh petugasnya yang terbangun dari pikiran dan perasaan sehingga manakala konsepsi berpikir kesadaran dalam benak atau perasaannya dibangun secara positif tentu akan melahirkan tindakan yang positif pula.
Tindakan yang positif manakala dilakukan secara konsisten akan melahirkan kebiasaan dan dari kebiasaan inilah muncul karakter sehingga untuk membangun karakter positif tentu harus bermula dari pikiran dan perasaannya di sinilah peran manajemen dalam mengelola hubungan antar manusia melalui proses komunikasi yang baik dan harmonis serta iklim organisasi yang positif akan mempengaruhi perasaan anggota organisasi secara positif pula. Desain Komunikasi organisasi memberikan dampak bagi terciptanya tindakan dan realitas positif dalam organisasi yang kemudian akan dipersepsi oleh publik akan menjadi image di hadapan publik. Image positif mengantarkan pada keterpercayaan publik atas suatu lembaga ataupun personal. Jadi kesimpulannya adalah bahwa salah satu faktor lain yang ikut membentuk image (kesan) di jalarta seseorang atau lembaga adalah aktifitas yang secara konsisten dilakukan. Namun ingat : bahwa proses tidak pernah mendahului dan memgkhianati hasil.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB