KANAL24, Jakarta – Bank-bank sentral Asia bergerak agresif untuk melawan kejatuhan pasar jelang akhir pekan ini, Jumat (13/3), dengan mengelontor likuiditas ke dalam sistem keuangan. Sejumlah bank sentral juga menyiapkan langkah darurat untuk melawan ancaman terbesar ekonomi global sejak krisis keuangan.
Bank of Korea dikabarkan sedang mempertimbangkan pertemuan khusus untuk mengatasi pergerakan liar di pasar valuta asing, dan Jepang menawarkan untuk menganggarkan hingga 2,2 triliun yen (USD20,8 miliar) likuiditas dalam tiga operasi berbeda.
India juga menjanjikan akan menggunakan cadangannya untuk menopang nilai tukar rupee yang mencapai rekor terendah terhadap dolar AS pada Jumat ini. Sementara itu, China mengisyaratkan untuk menurunkan rasio cadangan bank.
Bloomberg melaporkan aksi jual pasar, Jumat ini, mengikuti hari terburuk di Wall Street pada 1987 ketika investor dilanda ketakutan bahwa ekonomi global akan jatuh ke dalam resesi. Sejatinya para pembuat kebijakan di Asia Pasifik telah berupaya selama berminggu-minggu untuk melawan pukulan ekonomi dari wabah koronavirus, dan lomo didorong untuk melakukan lebih banyak lagi.
Bank sentral Asia harus bersukap agresif dalam melonggarkan kebijakannya dan memangkas suku bunga,” kata Chua Hak Bin, ekonom senior Maybank Kim Eng Research, Singapura. “Kebijakan moneter konvensional mungkin tidak efektif di dalam krisis kepercayaan dan ketakutan seperti ini,” imbuhnya , Jumat (13/3/2020).
Ia menyarankan bank-bank sentral Asia mengoordinasikan aksi dan menerapkan program pembelian reksadana bursa (ETF) untuk meredam aksi jual serampangan di bursa saham dan “meletakkan landasan untuk mengatasi kepanikan yang tidak masuk akal ini,” ujarnya.
Beberapa upaya yang telah dilakukan bnak sentral Asia untuk meredam aksi jual hingga Jumat ini, antara lain;
• Bank of Japan menyetujui rapat darurat dengan kementerian keuangan dan regulator, untuk mencoba menenangkan pasar melalui program pembelian obligasi.
• Bank sentral Australia menyuntikkan 8,8 miliar dolar Australia (USD5,5 miliar) melalui operasi pasar terbuka, terbesar setidaknya dalam tujuh tahun
• Bank Indonesia membeli Rp6 triliun (USD405 juta) obligasi pemerintah untuk menopang pasar keuangan, melanjutkan pembelian senilai Rp8 triliun rupiah sehari sebelumnya.
China telah bersiap bergerak lebih cepat, seiring dengan melambatnya peningkatan jumlah kasus virus di dalam negeri, dan berancang-ancang untuk menyuntikkan lebih banyak dana ke dalam perekonomiannya,. Bank sentral China diperkirakan akan mendorong pinjaman bank dengan menurunkan persyaratan cadangan bank di hari-hari mendatang. Kliasan data pada Senin depan diperkirakan akan menunjukkan berapa banyak stimulus yang diperlukan.
Seorang pejabat Reserve Bank of India mengatakan, penggunaan cadangan devisa untuk mempertahankan stabilitas rupee akan mencapai rekor USD481 miliar. Selain itu, bank sentral juga menggelar operasi pembelian kembali jangka panjang, dan menggunakan alat likuiditas lainnya untuk mempertahankan stabilitas ekonomi.
Selama beberapa pekan terakhir, bank sentral global telah mengambil sejumlah langkah untuk meredam kegelisahan pasar, terutama ketika virus korona menyebar dan mulai merusak ekonomi di Eropa dan AS. Federal Reserve dan Bank of England mengeluarkan kebijakan kejutan dengan menurunkan suku bunga darurat. Ssedangkan Bank Sentral Eropa pada Kamis lalu menyiapkan program pembelian aset dan persyaratan pinjaman yang lebih longgar.
“Dalam kurun waktu tersebut, tampak terkesan seperti aspirasi kebijakan yang terkoordinasi – didesain atau tidak disengaja – dan berakhir seperti persaingan kebijakan,” kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd. di Singapura. “Hal-hal itu tidak akan membantu membentuk pemulihan.”
Bank sentral Jepang, Indonesia dan Filipina dijadwalkan untuk mengadakan rapat kebijakan suku bunga pekan depan, beberapa jam setelah Federal Reserve mengumumkan apa yang secara luas diperkirakan akan menjadi pemangkasan suku bunga acuan.
Pada akhirnya, bak sentral dihadapkan pada sejumlah pilihan yang perlu dimbil dan dilaksanakan, dan jika perlu mengambil langkah-langkah tidak lazim, termasuk menguji suku bunga hingga batas terendahnya. “Jika tidak, pandemi ini akan berubah menjadi krisis keuangan dan solvabilitas,” kata Chua.(sdk)