oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Salah satu ayat komunikasi pelayanan publik adalah menyatakan bahwa praktik komunikasi pelayanan semata dimaksudkan untuk mendapatkan apresiasi dari Allah dan Rasul-Nya serta ummat manusia dengan kata lain bahwa praktik pelayanan kepada publik haruslah dilakukan dengan sepenuh hati. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu berikut :
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah, Ayat 105)
“Bekerjalah” adalah suatu kalimat dengan menggunakan kata kerja perintah (fiil Amr). Berarti mengandung satu pesan agar dalam bekerja harus dilakukan dengan penuh semangat, kesungguh-sungguhan dan bertanggungjawab. Perintah bekerja berarti mewujudkan tindakan nyata dalam realitas agar tidak hanya sekedar menjadi sebuah konsep dan wacana belaka.
Terdapat dua orientasi dalam pencapaian tujuan bekerja, yaitu pertama Rational Goal, sebuah orientasi kerja yang dimaksudkan untuk mengejar perolehan materi semaksimal mungkin serta tujuan akhir dari bekerja adalah tercapainya sejumlah materi tertentu. Kedua, Beyond Rational Goal, suatu pencapaian kerja yang dimaksudkan tidak hanya untuk semata materi melainkan suatu nilai immaterial berupa terwujudnya nilai-nilai luhur dalam proses interaksi kerja. Nilai-nilai itu seperti kejujuran, kebahagiaan, pengorbanan, tanggungjawab, kepedulian dan sebagainya
Bekerja yang beyond rational goal adalah menjadikan bekerja sebagai bagian daripada pengabdian seseorang. Melayani adalah sebuah pengabdian tertinggi dalam memberikan jejak kemanfaatan bagi manusia. Pada konteks inilah komunikasi pelayanan publik berproses.
Praktik komunikasi pelayanan publik adalah bertujuan untuk menjadikan pelayanan yang diberikan oleh suatu lembaga layanan dapat lebih bermakna dan memberikan banyak kemanfaatan, sebab dibangun oleh konsepsi beyond rational goal tersebut. Salah satu kemanfaatannya adalah memudahkan urusan orang lain dan tidak menyulitkan mereka atau publik saat membutuhkan pelayanan.
Demikian pula bahwa bekerja dipahami sebagai bentuk pengabdian seseorang terhadap orang lain. praktik komunikasi pelayanan publik adalah sebuah bentuk pengabdian seseorang kepada orang lain. Mengabdi berarti kesediaan diri untuk melayani tercapai kebutuhan orang yang dilayani serta berusaha keras agar orang yang dilayani merasa puas atas kegiatan pelayanannya. Pengabdian mensyaratkan adanya kesetiaan penuh dari pemberi layanan terhadap penerima layanan dengan satu harapan kelak mampu melahirkan kesetiaan serupa yang ditunjukkan oleh penerima layanan terhadap pemberi layanan.
Perintah bekerja dalam ayat tersebut diatas sebenarnya memberikan kesan tentang pentingnya memberi terlebih dahulu sebelum menerima balasan, karena besarnya balasan sangat ditentukan oleh kesungguhan dalam mmmberi. Praktik pelayanan sejatinya adalah memberi kenyamanan, kemudahan dan kecepatan kepada orang lain atas berbagai kebutuhan publik. Sehingga besarnya balasan yaitu berupa loyalitas publik sangatlah ditentukan oleh besarnya usaha (effort) yang ditunjukkan oleh pemberi layanan dalam memberikan pelayanan terbaik (excellent) dan beyond service yang sangat memuaskan.
Ayat firman Allah diatas memberikan sebuah arahan bahwa dalam memberikan pelayanan terhadap publik haruslah dilakukan tanpa pamrih, ikhlas dan penuh kesungguhan dengan tujuan hanyalah semata untuk mendapatkan apresiasi terbaik dari Allah swt sebagai bentuk ketundukan kepada perintahnya dengan mengikuti jejak keteladanan perilaku profetik dan untuk memberikan banyak kemanfaatan bagi ummat manusia. Artinya kegiatan komunikasi pelayanan publik adalah puncak pengabdian atau penghambaan atas kepentingan tuannya yaitu Allah swt sebagai Tuhan Sang Pencipta, Rasulullah sebagai tuan yang layak diikuti keteladanan sikap perilakunya dalam kegiatan komunikasi pelayanan dan ummat manusia sebagai tuan dalam pelayanan kemanusiaan. Disinilah kiranya senada dengan ungkapan yang sering di dengar dalam praktik pelayanan yang menyatakan bahwa “Pelanggan adalah Raja”.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB