KANAL24, Jakarta – PT Garuda Indonesia Tbk mengakui bahwa jumlah penumpang mengalami penurunan hingga 90% dibanding masa normal sebelum Covid-19. Walau demikian, emiten berkodeĀ
GIAA tersebut mampu bertahan karena memiliki market domestic yang kokoh.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan bahwa jumlah penumpang maskapai memang anjlok 90%. Saat ini tingkat keterisian penumpang Garuda tinggal 10%. “Jadi pandemi wabah Covid-19 ini memang menimbulkan dampak yang signifikan terhadap industri penerbangan,” kata Irfan dalam Webinar “Antisipasi dan Adaptasi Dunia Usaha Transportasi Dalam Kenormalan Baru, pada Selasa (16/6/2020).
Penyebaran wabah virus corona membuat pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya banyak orang yang diharuskan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan banyak yang memilih menghindari bepergian. Ditambah lagi pemerintah menghentikan pengiriman jamaah umrah dan terakhir pelaksanaan ibadah haji tahun 2020 dibatalkan.
“Akibatnya mobilitas menjadi banyak terhenti dan berdampak terhadap bisnis maskapai,” ujar Irfan.
Irfan mengakui meski kondisi saat ini sangat berat bagi maskapai penerbangan dunia secara umum, Garuda masih tetap bisa terbang selama masa PSBB . Garuda tetap melayani penerbangan ke Australia dan Amsterdam, Belanda.
Saat ini perbandingan pesawat Garuda yang terparkir dengan yang beroperasi terbang berada dalam kondisi terbalik dibanding masa pra Covid-19. Pada masa normal, pesawat yang diparkir hanyalah 30% dan 70% pesawat tetap terbang. Kini justru hanya 30% pesawat terbang dan 70% pesawat terpaksa diparkir.
Walau demikian, Irfan menegaskan Garuda Indonesia berbeda dengan maskapai penerbangan dari negara lain. Garuda Indonesia adalah BUMN maskapai penerbangan yang mengemban tugas untuk mempersatukan Indonesia yang terdiri dari ratusan suku melalui layanan penerbangan. Dalam kondisi apapun, Garuda tetap harus bisa terbang meskipun Indonesia dalam kondisi perang sekalipun.
“Sehingga Garuda Indonesia memiliki market domestic yang kuat. Itu yang membuat kita bisa bertahan,” tambah Irfan.
Mengenai regulasi terbaru dari Kementerian Perhubungan yang memperbolehkan pesawat terbang bisa terisi sampai 70%, Irfan secara jujur mengakui kebijakan ini tidak cukup. Mengacu struktur formasi kursi dan kelas layanan dalam pesawat Garuda, kapasitas maksimal hanya bisa diisi sampai 63%. Persentase keterisian penumpang sebesar itu jelas tidak cukup untuk menghidupi Garuda Indonesia.
“Tapi kita menyadari dalam kondisi ekonomi masyarakat tengah terdampak virus corona, tidak mungkin kita menaikkan harga tiket pesawat sekarang,” jelas Irfan.
Salah satu cara Garuda dalam mencari jalan keluar adalah menggenjot bisnis di sektor lagi seperti bisnis kargo. Sebelum ini, Garuda baru saja meluncurkan layanan “KirimAja”. Tak lama lagi, menurut Irfan, Garuda akan segera meluncurkan layanan “PesanAja”.