KANAL24, Malang – Fungsi bisnis BUMN antara lain sebagai salah satu sumber pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam melaksanakan pembangunan nasional, dan bagian laba dari BUMN masuk ke dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke kas negara. Untuk memenuhi fungsi bisnis tersebut, diperlukan BUMN yang mampu menghasilkan laba sebesar-besarnya. Selain itu, BUMN juga memiliki fungsi pelayanan masyarakat melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Adanya tugas ganda antara pelayanan masyarakat dan bisnis tersebut disinyalir membuat BUMN kurang kuat dibanding yang diharapkan. BUMN yang mampu berdiri kuat tentu akan dapat berkontribusi lebih besar pada kepentingan Negara dan rakyat.
Oleh karena itu, Prof. Dr. Dra. Sri Mangesti Rahayu, M.Si dalam pidato pengukuhan profesornya yang berjudul Politik Keuangan Bisnis dalam Penguatan BUMN untuk Kepentingan Negara dan Rakyat menyampaikan rekomendasi kebijakan politik keuangan bisnis pada BUMN, yaitu bagaimana pemerintah mengatur bisnis sektor publik untuk mencari keuntungan dan tetap melayani masyarakat.
“Menggunakan sampel 20 BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan tahun 2019, saya menarik beberapa kesimpulan. Pertama, BUMN belum optimal dalam menjalankan fungsi bisnisnya. Terbukti dari 20 BUMN yang terdaftar di BEI tidak seluruhnya berada dalam kondisi baik. Permasalahan yang terjadi di antaranya adalah beberapa BUMN mengalami kerugian namun tetap membayar dividen, mayoritas BUMN memiliki rasio utang diatas 50 persen dan beberapa BUMN dikhawatirkan kelangsungan hidupnya. Kedua, seluruh BUMN telah menjalankan kewajiban pelayanan masyarakat dalam bentuk CSR dan PKBL. Bahkan, perusahaan yang merugi pun masih menjalankan kewajibannya tersebut. Ketiga, dari kedua kesimpulan sebelumnya menunjukkan adanya permasalahan BUMN dalam memenuhi kedua fungsinya, yaitu fungsi bisnis dan fungsi pelayanan masyarakat,” jelas Profesor ke 266 UB tersebut, rabu (26/8/2020).
Untuk mengatasi masalah ini, Profesor kelahiran Kediri itu merekomendasikan Pemerintah perlu secara profesional mengatur berapa persen laba yang dapat dijadikan dividen yang dapat diberikan kepada Pemerintah. Kemudian, Pemerintah juga perlu mengatur berapa besaran CSR perusahaan dan penghentian kewajiban CSR serta PKBL ketika perusahaan dalam kondisi merugi atau indikasi kondisi keuangan yang memburuk. Terakhir, perlu dibuat peraturan untuk mendorong agar BUMN tidak hanya menggantungkan usahanya pada bidang spesifik yang didapat dari fasilitas monopoli Pemerintah namun tetap dapat bersaing layaknya profit-oriented company.
“Pemerintah juga harus membuat aturan yang jelas tentang persentase hasil penjualan dan produksi BUMN yang dialokasikan untuk program pemerintah dalam satu kesatuan CSR khusus yang sudah mencakup keseluruhan program pemerintah yang diwajibkan kepada BUMN,”pungkasnya. (Meg)