KANAL24, Malang – Blitar secara geografis memiliki kesesuaian untuk mengembangkan budidaya ikan Koi. Model dan teknik budidaya yang dikembangkan juga makin maju,namun seringkali pembudidaya dihadapkan pada permasalahan penyakit yang bersumber dari menurunnya kualitas lingkungan yang tidak tertangani secara dini. Ada beberapa hal yang sering menjadi masalah bagi para petani ikan Koi, antara lain saat musim kemarau sumber air rata-rata mengalami kekeringan. Permasalahan kualitas air yang fluktuatif karena perubahan cuaca juga memicu mudahnya ikan terserang penyakit. Munculnya penyakit, bakteri, jamur pada ikan Koi sering juga menjadi momok bagi para petani, misalnya jamur insang.
“Jamur insang masih menjadi salah satu jamur yang paling ditakuti karena sulit diobati dan mudah menular. Hal itu yang membuat hasil panen mereka mengalami penurunan dalam hal jumlah juga dalam kualitasnya,” kata Dr. Yuni Kilawati dalam perbincangan dengan kanal24.co.id Jumat (11/9/2020)
Permasalahan itu juga dihadapi oleh mitra kegiatan Doktor Mengabdi yaitu kelompok pegiat ikan Koi yang berisi sekumpulan petani, penjual dan penghobi ikan hias Koi di Blitar bernama Garum Koi Community.
Dari kondisi itu Doktor Mengabdi UB yang diketuai oleh Dr. Yuni Kilawati S.Pi.,M.Si. dengan anggota Dr. Yunita Maimunah S.Pi., M.Sc., Adharul Muttaqin, S.T.,M.T, Dany Primanita Kartikasari, S.T., M.Kom. dan Adhitya Bhawiyuga, S.Kom., M.Sc. mencarikan solusi yang dapat diberikan melalui metode edukasi manajemen kualitas air dengan metode monitoring yang tepat, melalui pemberian informasi tentang waktu dan cara monitoring kualitas air budidaya sehingga dapat meningkatkan kualitas produksi ikan Koi dari segi kesehatan ikan.
“Tidak semua petani ikan Koi memiliki alat ukur untuk monitoring kualitas secara cepat dan lengkap. Akurasi alat perlu ditelaah karena alat juga memerlukan kalibrasi secara berkala, yang dapat mempengaruhi akurasi pengukuran. Melalui kegiatan ini diharapkan pembudidaya ikan koi dapat melakukan monitoring secara periodic sehingga dapat mengambil tindakan dalam manajemen kualitas air kolam,” kata Yuni.
Metode kedua, yaitu pemberian perangkat deteksi kualitas air berbasis Internet of Aquaculture (IoA) untuk pembudidaya ikan Koi di Blitar.
Yuni melanjutkan, tujuan kegiatan DM ini adalah membantu masyarakat pembudidaya ikan Koi untuk menerapkan sistem cerdas dalam mengakuisisi data pada sebuah kolam budidaya ikan dengan memanfaatkan jaringan sensor nirkabel. Dengan demikian petani dapat selalu memantau kondisi lingkungan perairan kolam secara cepat dan akurat serta menentukan tindakan dalam manajemen kualitas air jika diperlukan.
Baca juga:
Doktor Mengabdi UB Kembangkan Cindera Mata Khas Wisata Kampung Biru Arema
Kolam budidaya yang digunakan sebagai lokasi pemasangan alat terletak di desa Tawangsari, dan dikelilingi oleh kebun dan persawahan. Area kolam memiliki 14 petak kolam dengan luas kolam antara 300-500 m2. Sumber air yang digunakan berasal dari 2 sumur pompa yang terletak di area kolam, didukung dengan suplay listrik berasal dari PLN. Alat diserahkan oleh ketua Tim DM kepada Bapak Edi (perwakilan kelompok pembudidaya ikan Koi).
“Penyuluhan dan pendampingan juga akan dilakukan selama kegiatan kaji terap sehingga diharapkan penguasaan teknologi dapat tercapai. Dengan manajemen kualitas air yang baik diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi dan non-infeksi sehingga kualitas ikan Koi menjadi lebih baik yang nantinya dapat menunjang perekonomian petani ikan,” tandasnya. (Meg)