KANAL24, Malang – Berbahaya bila mahasiswa memasuki masalah setengah-setengah. Lebih baik secara ilmiah dengan ahli yang ada di sekitar kita. Seperti yang ada di FISIP-UB atau dari organisasi Konrad Adenauer Stiftung (KAS)
Pernyataan itu dikemukakan Pendiri Yayasan Perspektif Baru, Wimar Witoelar, Senin (12/10/2020), ketika menjadi pembicara dalam Webinar “Perspektif Baru Hidup Baru dengan Energi Terbarukan”. Kegiatan itu terlaksana dari kerjasama FISIP-UB, KAS dan Yayasan Persfektif Baru.
Saat ini menurut Wimar merupakan jaman susah. Ada hal-hal yang menimbulkan masalah hari ini. Juga ada hal-hal yang menimbulkan masalah ke depan. Karena berbagai masalah itu, banyak mahasiswa atau siswa yang tidak mengerti apa-apa, tetapi melakukan ekspresi yang sembarangan. Ekspresi itu bagus, tetapi jangan ngawur.
Jika ingin mengambil perspektif, dijelaskannya, dua masalah sangat penting, pertama terkait nasib kita hari ini dan besok (jangka pendek) yaitu masalah covid. Kita harus menyikapinya karena ada protokol.
“Selain itu ada jangka menengah dan panjang yaitu masalah perubahan iklim yang tanpa disadari sudah menimbulkan panas bumi, meningkatkanya badai di laut, pencairan gunung es,” ujar Wimar.
Dia menyebutkan, timbul pertanyaan apakah covid berhubungan dengan perubahan iklim. Hal ini belum pernah dipelajari tetapi ada siklusnya yaitu siklus pandemi. Ada yang 100 tahun atau 50 tahun. Mungkin sekarang siklus 100 tahun karena pandemi terakhir tahun 1918/1920.
Generasi muda dikemukakannya, bisa sibuk mempelajari dan berdiskusi mengenai perubahan iklim ini. Tidak usah sibuk demo. Demo bagus tetapi sayang sumber daya digunakan untuk demontrasi yang tidak jelas.
“Jadi banyak pekerjaan yang bisa dilakukan generasin muda, tidak usah mempelajari keilmiahannya, tetapi mengerti apa yang sudah dikerjakan orang lain. Mahasiswa tidak perlu mencari tahu sendiri, tetapi harus mengerti dan dapat menjalankannya. Berbeda dengan pandemi yang hanya menjalankan protokolnya saja,” tambahnya. (mon)