Kanal24, Malang – Menghadapi ujian di negeri orang bukan perkara mudah. Bagi mahasiswa internasional di Universitas Brawijaya (UB), ujian tengah semester bukan hanya soal mengerjakan soal dalam bahasa asing, tetapi juga perjuangan untuk beradaptasi dengan budaya, sistem pendidikan, dan lingkungan sosial yang berbeda. Di Program Studi S1 Teknologi Industri Pertanian, mahasiswa asing mengikuti proses evaluasi akademik bersama mahasiswa lokal dalam kelas internasional. (15/04/2025)
Ketua Program Studi, Wike Agustin Prima Dania, STP, M.Eng, Ph.D., menjelaskan bahwa ujian tengah semester dirancang untuk mengukur kemampuan mahasiswa dari pertemuan pertama hingga ketujuh. Selanjutnya, materi dari minggu kedelapan hingga keempat belas akan diujikan pada akhir semester.
Yang menarik dalam pelaksanaan ujian ini adalah keterlibatan mahasiswa asing yang tergabung dalam kelas internasional bersama dengan mahasiswa lokal terpilih. Mahasiswa lokal yang mengikuti kelas internasional diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris secara aktif, baik dalam perkuliahan, tugas, kuis, maupun ujian.
“Seluruh proses pembelajaran disampaikan dalam bahasa Inggris sejak awal perkuliahan hingga kelulusan,” jelas Wike. Hal ini, menurutnya, menjadi keunggulan tersendiri karena secara tidak langsung mendorong mahasiswa untuk aktif berbahasa Inggris—kemampuan yang kini menjadi kebutuhan di dunia kerja, baik di perusahaan multinasional maupun lokal.

Selain dari sisi akademik, kelas internasional juga mendapatkan dukungan pendanaan dari departemen dan fakultas. Mahasiswa internasional pun didorong untuk mengikuti program short course di luar negeri guna memperluas wawasan dan meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam lingkungan global.
Saat ini, Program Studi Teknologi Industri Pertanian UB memiliki mahasiswa internasional asal Somalia, sementara mahasiswa lokal berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Meski menghadapi tantangan awal, terutama terkait cultural shock dan adaptasi sistem pendidikan, pihak program studi telah menyiapkan dukungan sejak awal kedatangan mereka.
“Memang ada tantangan, terutama dalam komunikasi karena mereka bukan berasal dari negara berbahasa Inggris. Tapi semua tergantung pada kemauan dan usaha mahasiswa itu sendiri,” ujar Wike. Ia menambahkan, interaksi yang intens selama satu semester membuat rasa kebersamaan di antara mahasiswa internasional dan lokal menjadi lebih solid, sehingga proses adaptasi pun lebih cepat.
Wike mengungkapkan bahwa UB sebelumnya juga pernah menerima mahasiswa dari Prancis yang hanya belajar satu semester, namun dalam satu hingga dua bulan sudah mampu beradaptasi dengan budaya, makanan, dan lingkungan kampus.
Sebagai penutup, Wike menyampaikan harapan bagi seluruh mahasiswa asing yang belajar di UB. “Jangan menyerah terhadap perbedaan budaya dan sistem pembelajaran. Ingat tujuan utama datang ke sini adalah untuk belajar dan mengembangkan diri,” pesannya.
Dengan pendekatan inklusif dan dukungan yang berkelanjutan, UB terus berupaya menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan produktif bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang. Hal ini sekaligus menjadi langkah strategis menuju internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia. (fan/yor)