Kanal24, Malang – Kecanggihan teknologi telah membawa manusia pada era baru di mana hubungan romantis dengan kecerdasan buatan (AI) menjadi sebuah fenomena nyata. Meski terasa mengurangi kesepian, hubungan ini hanyalah ilusi tanpa koneksi mendalam.
Bayangkan pulang ke rumah setelah seharian bekerja dan disambut hologram AI yang menyerupai aktor atau aktris favorit Anda. Dalam film Blade Runner 2049, karakter K (Ryan Gosling) memiliki hubungan romansa dengan Joi, hologram AI yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya. Namun, apakah cinta Joi nyata, atau hanya simulasi algoritma?
Baca juga:
Penguji AI: Profesi Baru di Era Kecerdasan Buatan
Sudah Siapkah Kita dengan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI)?
Fenomena AI Pendamping
Kisah fiksi ini mendekati kenyataan dengan kemunculan platform seperti Replika dan Character.AI, yang memungkinkan hubungan romantis dengan AI. Replika, misalnya, dirancang sebagai teman virtual yang selalu mendukung. Namun, fitur romantis aplikasi ini sempat dihentikan akibat kekhawatiran privasi, memicu protes pengguna yang merasa kehilangan “pendamping.”
AI generatif telah melampaui chatbot berbasis skrip, memungkinkan simulasi percakapan yang lebih alami. Meski demikian, interaksi ini masih terasa artifisial, menimbulkan risiko adiksi dan isolasi sosial.
Baca juga:
Penguji AI: Profesi Baru di Era Kecerdasan Buatan
Sudah Siapkah Kita dengan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI)?
Risiko Adiksi dan Keamanan Data
Menurut Wawan Kurniawan, peneliti psikologi sosial dari Universitas Indonesia, AI menciptakan “ilusi empati” yang memikat, terutama bagi individu dengan kecemasan sosial. Namun, ketergantungan pada AI berisiko mengurangi motivasi membangun hubungan nyata, menciptakan isolasi emosional.
Selain itu, aplikasi AI pendamping sering kali mengorbankan privasi pengguna. Laporan Mozilla Foundation menunjukkan banyak aplikasi ini mengumpulkan data pribadi tanpa transparansi, meningkatkan risiko pelanggaran privasi.
Solusi dan Edukasi
Ahli teknologi digital Fachry Hasani Habib menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap batasan penggunaan AI. Intervensi dari pemerintah dan lembaga pendidikan diperlukan untuk meningkatkan literasi teknologi, termasuk potensi risiko adiksi dan pelanggaran privasi.
Hubungan dengan AI mungkin terasa memikat, tetapi koneksi mendalam hanya dapat ditemukan melalui hubungan nyata dengan sesama manusia. Edukasi dan pengembangan keterampilan sosial menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan kehidupan manusia yang autentik. (nid)