KANAL24, Jakarta – Wacana pemerintah untuk menggabungkan bank syariah pelat merah pada 2021 mendapat respons positif dari kalangan akademisi. Inisiatif Menteri BUMN , Erick Thohir, itu dinilai tindakan yang tepat.
Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia, mengatakan penggabungan bank syariah nantinya akan menguntungkan nasabah dari sisi kemudahan dan ragam layanan perbankan.
Menurutnya merger perbankan syariah memang harus dilakukan untuk memberi keyakinan kepada nasabah akan pelaksanaan konsep-konsep syariah dengan benar, sehingga tidak sekadar label.
“Penggabungan secara psikologis akan membantu nasabah menjadi lebih fokus. Sehingga nasabah bisa memilih satu bank syariah, ketimbang saat ini banyak pilihan dan cenderung kompetitif antar bank syariah. Saya rasa itu tidak baik,” ujar Asep, yang juga Guru Besar IPB itu, di Jakarta, Senin (6/7/2020).
Dia juga menegaskan merger bank syariah juga harus mengikuti prinsip-prinsip ekonomi Islam (syariah), serta meningkatkan profesionalitas dalam pengelolaannya. “Dengan demikian merger akan meyakinkan nasabah dan membuat mereka lebih tenang,” katanya.
Hal senada juga dilontarkan tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), yang juga pengurus Pesantren Al-Mizan Majalengka, KH Maman Imanulhaq. Dia menilai rencana pemerintah tersebut merupakan langkah tepat, yang bisa memperkuat dan membesarkan perekonomian syariah Indonesia.
“Saya setuju (dengan rencana merger syariah). Dengan bersatunya bank syariah BUMN , ini akan memberi dampak positif terhadap perkembangan ekonomi syariah menjadi semakin kuat dan besar lagi,” tuturnya.
Dia menambahkan dengan bersatunya perbankan syariah akan menambah nilai aset yang cukup besar, dan melahirkan bank syariah terbesar di Indonesia. Bahkan bisa sejajar dengan bank konvensional pada daftar Top 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset.
“Dari sisi aset, jika dilakukan merger BRI Syariah (BRIS), BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri, akan memiliki aset sekitar Rp207 triliun, sehingga kita akan memiliki bank syariah terbesar di Indonesia, sejajar dengan bank konvensional,” papar dia.
Sebagaimana diketahui, saat ini perbankan syariah masih jauh tertinggal dibandingkan perbankan konvensional, dengan market share berkisar 8-9 persen, padahal Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Berdasarkan data OJK, pangsa pasar keuangan syariah terhadap sistem keuangan di Indonesia per April 2020 mencapai 9,03 persen dengan total aset keuangan syariah Indonesia, tidak termasuk saham syariah, mencapai Rp1.496,05 triliun.
Posisi ini mengalami peningkatan dari 2019 yang sebesar 8 persen per April 2020. Pemerintah menargetkan market share keuangan syariah mampu mencapai 20 persen pada rentang waktu 2023-2024.
Dalam laporan kinerja kuartal I-2020 dari ketiga bank syariah milik negara, BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri (BSM), tercatat mampu bertahan dalam kondisi krisis dan melewati awal 2020 dengan hasil kinerja positif. (sdk)