Kanal24 – Persoalan pekerja migran Indonesia (PMI) masih menjadi persoalan yang dibicarakan oleh pemerintah. Kepedulian pemerintah juga terus ditingkatkan. Hal ini demi menekan permasalahan kesejahteraan PMI.
Isu kesejahteraan PMI di luar negeri masih menjadi permasalahan. Munculnya berita tentang kematian pekerja migran Indonesia tentunya menyayat hati pemerintah. Alih-alih mendapat kesejahteraan, mereka justru dieksploitasi di negara lain.
Kasus kekerasan bahkan kematian PMI tentunya membuat pemerintah tak bisa tinggal diam. Pembenahan terhadap PMI maupun calon pekerja migran Indonesia (CPMI) terus dilakukan. Dukungan ini pun datang dari akademisi FIA UB, Dr. Farida Nurani.
“Pemerintah harus menolong pekerja migran Indonesia yang ada di luar negeri. Jika ia ilegal, pemerintah tidak menolong,” tutur Farida saat ditemui Kanal24. Ia mengatakan bahwa PMI akan aman jika menggunakan skema kerjasama antarpemerintah (G to G).
Menurutnya, masalah PMI yang saat ini popular karena PMI tersebut ilegal atau tanpa izin dari pemerintah. “Masalah PMI ilegal ini membuat seolah-olah pemerintah membiarkan,” ujar Farida. Dengan adanya skema G to G, kepastian hukum bagi PMI tentunya akan dijamin.
Farida juga menambahkan bahwa yang bisa membantu PMI di luar negeri ialah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dibentuk oleh WNI itu sendiri. Contoh LSM tersebut adalah woman crisis center (WCC). LSM ini membantu pengaduan dan juga advokasi bagi kekerasa terhadap perempuan.
“Permasalahan utama terjadi pada perempuan. Pekerja perempuan menjadi sasaran,” tuturnya. Ia mengatakan bahwa PMI perempuan menjadi sasaran kekerasan, seperti pelecehan seksual. Beban pekerjaan yang lebih/ overburden juga sering terjadi.
“Bagi CPMI, semuanya harus diurus melalui Kementrian Ketenagakerjaan,” tuturnya. Menurutnya, jika semua dokumen atau persyaratan diurus secara legal melalui lembaga pemerintah, hal ini akan mengurangi terjadinya permasalahan bagi PMI. Skema yang jelas dan terbuka juga harus dilalui oleh PMI.
Tak hanya itu, menurutnya, CPMI juga harus memahami lembaga penyalur/ CV yang akan menerimanya. “CV harus legal dan jelas. Jangan yang sembarangan,” pungkasnya. Farida mengatakan untuk saat ini sudah ada aplikasi untuk memudahkan CPMI mengecek CV/ penyalur yang legal. Aplikasi ini dikelola oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Menurutnya, pemerintah harus meringankan biaya yang dikeluarkan oleh CPMI. Hal ini agar memudahkan dalam proses administratif. “Pemerintah bisa memberikan bantuan untuk pendaftaran. Hal ini agar modal yang dikeluarkan tidak besar,” jelas Farida. Saat ini, Kementrian Ketenagakerjaan berusaha untuk mengurangi beban itu.
Terkait fasilitas, pemerinah juga harus memfasilitasi kantor pelayanan, salah satunya kantor Imigrasi. “Di Jawa Timur, khususnya daerah Blitar merupakan kantong CPMI terbesar. Sekarang sudah ada kantor imigrasi di Srengat, Blitar” tuturnya. Fasilitas ini tentunya memudahkan CPMI untuk mengakses pelayanan. Hal ini juga mengakomodasikan kebutuhan CPMI di daerah Jawa Timur.
Dalam hal ini, Farida juga mengatakan bahwa aturan yang dibuat pemerintah harus menciptakan perlindungan bagi PMI di luar negeri. Peraturan yang dibuat harus lebih ketat. Jika peraturan itu ditaati, pemerintah lebih mudah dalam membantu permasalahan yang muncul. “Target pemerintah bahwa melepaskan warga negara bukan untuk dieksploitasi,” tutupnya. (raf)