Oleh : Setyo Widagdo – [email protected]
Masyarakat internasional seperti tak punya cara lagi dalam menghentikan kebrutalan Israel dalam meluluh lantakkan Gaza, pun juga PBB. Sebagai organisasi internasional terbesar PBB tidak memiliki kemampuan menekan terhadap Israel yang nyata-nyata telah melakukan genosida atas Gaza. Kewenangan Dewan Keamanan (DK) PBB sebagaimana tertuang dalam Bab VII Piagam nampaknya tidak bisa digunakan secara maksimal.
Ketidak patuhan Israel terhadap hukum internasional tercermin dari sikap arogansi para pemimpinnya, terutama sikap bebal dari Perdana Menteri Benyamin Netanyahu yang sama sekali tidak memiliki perikemanusiaan.
Kini setelah memporak porandakan Gaza hingga membunuih 40 ribu lebih warga Gaza meninggal dunia, Israel kembali memantik perang dengan kelompok Hizbullah di Libanon, yakni dengan membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Terbunuhnya Hassan Nasrallah tentu membuat marah Iran, sama seperti ketika Israel berhasil membunuh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, Iran benar-benar geram terhadap kebrutalan Israel. Hal ini bisa dimaklumi, sebab antara Hamas, Hizbullah dan Iran terdapat kesamaan idiologi Syiah. Demikian juga dengan kelompok Houthi di Yaman.
Kali ini nampaknya Iran sudah hilang kesabarannya. Ketika Ismail Haniyeh terbunuh, Iran masih bisa dibujuk untuk menahan diri tidak menyerang Israel, tetapi terbunuhnya Hassan Nasrallah membuat kemarahan Iran tak terbendung.
Hizbullah sendiri telah mempersiapkan untuk melakukan pembalasan dendam dan telah secara terbuka menyatakan perang terhadap Israel. Persoalan ini tidak dapat dianggap sepele, sebab Israel sendiri telah merespon pernyataan perang Hizbullah dengan mengerahkan pasukan ke arah Utara berbatasan dengan Libanon, tentu sasaran utamanya adalah kelompok Hizbullah.
Meskipun secara militer tidak berimbang antara kekuatan militer Israel dan Hizbullah, namun nyali Hizbullah dalam melawan Israel perlu di acungi jempol, sebab seperti yang kita ketahui selama ini serangan Hizbullah dengan ratusan roket-roketnya cukup merepotkan dan membuat Israel kuwalahan.
Kawasan Timur Tengah benar-benar memanas, Israel semakin membabi buta, negara-negara yang membela Hamas dan Hizbullah diserang.
Situasi tersebut akan memancing negara-negara besar melibatkan diri. Rusia, China dan Korea Utara pasti berada dibelakang Iran, sebaliknya AS, Inggris akan berada di belakang Israel.
Apabila perang antara Israel di satu pihak dengan Hamas, Hizbullah dan Iran di lain pihak mengalami eskalasi yang meluas, maka bukan tidak mungkin Perang Dunia ketiga dimulai dari dari Timur Tengah.
Israel harus belajar dari sejarah, bahwa hancurnya Jerman pada Perang Dunia kedua, dimulai dari ambisi Hitler menaklukkan Eropa. Demikian juga kalahnya Jepang ketika seluruh Asia mau dikuasainya. Tanda-tanda kehancuran Israel sudah mulai terlihat.
Negara-negara Eropa sekutu AS sudah mulai menunjukkan kekesalannya terhadap Israel dan mulai menarik dukungan, bahkan sudah banyak yang mendukung kemerdekaan Palestina. Setidaknya terdapat 144 negara mengakui kemerdekaan Palestina pada sidang Majelis Umum tahun yang lalu.
Dalam sidang tahunan di Majelis Umum beberapa hari yang lalu, beberapa negara termasuk Indonesia melakukan walk out, pada saat PM Israel Benyamin Netanyahu berpidato. Hal ini menunjukkan ketidak sukaan terhadap kebrutalan Israel dan secara tidak langsung dukungan terhadap Palestina.
Tindakan walk out tersebut memberi sinyal agar Israel segera menghentikan serangan, baik terhadap Gaza maupun terhadap Hizbullah di Labanon. Jika Benyamin tetap bebal, maka Israel lah yang memicu Perang Dunia ketiga, yang jika itu benar-benar terjadi, bisa kita bayangkan kerusakan dan kematian manusia yang amat dasyat. Apalagi jika negara-negara pemilik senjata nuklir nekat menggunakannya.
Lantas bagaimana Indonesia menyikapi situasi tersebut ? barangkali yang sangat mungkin dilakukan oleh Indonesia adalah melakukan diplomasi aktif. Diplomasi aktif ini perlu dilakukan kepada negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), juga terhadap negara-negara lainnya yang punya pengaruh kuat di kawasan Timur Tengah.
Tidak kalah pentingnya Indonesia melalui organisasi ASEAN dapat menginisiasi peredaman ketegangan di Timur Tengah dengan mitra globalnya, serta mendesak DK PBB segera menyudahi perang di kawasan Timur Tengah.(*)
*Penulis adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya