Kanal24, Malang – Dusun Delik, Desa Madiredo, Kecamatan Pujon menjadi ruang belajar baru bagi ratusan siswa SMA Brawijaya Smart School (BSS) Malang. Melalui program Brascho Nyantrik 2025, para siswa diajak tinggal bersama warga desa selama tiga hari untuk menimba pengalaman langsung tentang kerja keras, budaya, dan kehidupan sosial.
Menurut Dimas Rizky Sabayu, S.Pd., Kepala Divisi Acara, tema tahun ini diambil dari sengkalan Jawa “Jatining Kekalih Tumengo Ing Pangbekten”, yang bermakna “belajar dari masyarakat dengan penuh hormat.” Dimas menilai, filosofi ini sejalan dengan arah kurikulum merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis pengalaman.
“Kami ingin anak-anak tidak hanya pintar di kelas, tapi juga bijak dalam bersikap. Mereka belajar dari masyarakat, bukan sekadar tentang pekerjaan, tapi tentang nilai hidup,” ujarnya.

Baca juga : Belajar dari Alam dan Masyarakat Siswa SMA BSS “Nyantrik” di Pujon
Sementara itu, Agus Salim, Ketua Pelaksana, menjelaskan bahwa Brascho Nyantrik menjadi wadah nyata penerapan Profil Pelajar Pancasila. “Mereka belajar mandiri, gotong royong, dan bernalar kritis. Ada kelompok tinggal dan kelompok proyek. Semua diarahkan untuk belajar langsung di lapangan,” kata Agus.
Kegiatan para siswa dimulai sejak fajar. Usai salat subuh, mereka mengikuti briefing singkat, lalu beraktivitas bersama warga: menanam sayur, memanen tomat, memberi pakan sapi, hingga membantu di dapur.
“Anak-anak membantu dengan senang hati. Mereka cepat akrab, sopan, dan mau belajar,” tutur Lusi, salah satu ibu asuh yang menampung siswa di rumahnya.
Selain itu, warga juga memanfaatkan momen ini untuk berbagi pengalaman hidup dan ilmu sederhana. Samsul Arifin, suami Lusi, bahkan memberi pelajaran kecil tentang bahasa dan sejarah. “Saya jelaskan tentang huruf, kata, dan suku kata. Mereka semangat sekali mendengar cerita saya,” ujarnya bangga.

Bagi para siswa, pengalaman Nyantrik membawa kesan mendalam. “Kami merasa seperti keluarga di sini,” ujar Yuma. “Biasanya kami sibuk dengan kegiatan di kota, tapi di sini bisa kerja bakti, masak, bahkan main bola bareng warga.”
Rekannya, Dika, menambahkan, “Saya belajar bagaimana hidup di desa itu sederhana tapi bahagia. Dari cara mereka bersyukur, saya jadi sadar banyak hal yang kita lewatkan di kota.”
Program yang berlangsung dari 7 hingga 9 Oktober 2025 ini menutup dengan kegiatan refleksi bersama, di mana para siswa membagikan kesan dan pembelajaran yang mereka dapat.
“Kami ingin anak-anak pulang dengan hati penuh pengalaman,” tutur Dimas. “Karena kadang, pelajaran paling berharga bukan di kelas, tapi di kehidupan nyata,”imbuhnya.(Din/Yor)