KANAL24, Jakarta – RUU Masyarakat Adat diharapkan kembali masuk ke PROLEGNAS. Hal ini diungkapkan oleh Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada seminar nasional RUU Masyarakat Adat di FISIP UB, jumat (29/11/2019).
Tahun 2018, Presiden sesuai dengan janjinya di nawacita 2014 mengeluarkan surat perintah presiden untuk 6 kementerian, KLHK, Kemenkumhan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang , Kemendagri, Kemendes, dan KKP untuk membuat DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) karena draftnya sudah disiapkan oleh DPR.
“DIM menjadi syarat untuk melanjutkan pembicaraan, tetapi sampai hari ini DIM nya belum ada. Kita berharap mudah-mudahan masuk lagi PROLEGNAS. Kita juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, baik masyarakat sipil, akademisi, pelajar dan mahasiswa kita perlu dukungan yang masif,” terang Rukka.
Lanjutnya, masyarakat adat memang kalau di nasional masih invisible sehingga dengan adanya dukungan yang masif, maka DPR tentu saja akan melihat ini sebagai sesuatu yang signifikan.
Masyarakat asli nusantara yang keberadaannya ada sebelum Indonesia merdeka saat ini hak-haknya “dibiarkan” oleh pemerintah. Bahkan sampai saat ini, masih ada sekitar 10 juta orang yang belum memiliki KTP. Artinya, masyarakat adat hak-haknya secara administratif belum diakui oleh negara. Masyarakat adat bagaikan tikus yang mati di lumbung padi.
UU Masyarakat adat ini harus bisa menjembatani dan mensinkronisasikan berbagai UU dan aturan-aturan Pemerintah terkait masyarakat adat yang membuat situasi justru semakin runyam bagi masyarakat. Ada UU pokok agrarian yang mengakui hak wilayah bahwa hukum tanah di Indonesia itu adalah hukum adat. Kemudian lahir UU Kehutanan, UU Lingkungan hidup, UU pesisir pulau kecil, UU desa, ada berbagai UU yang justru tidak terkait sama sekali dan saling berkonflik. Di tengah kekisruhan berbagai UU yang mengatur masyarakat adat ini makanya tawarannya adalah UU Masyarakat Adat.
“Tetapi dilihat dari draftnya, isi RUU tersebut belum memenuhi, ini prosesnya semua di tangan DPR. Kalau melihat tawaran pertama draft UU yang ditawarkan dari AMAN itu yang kemudiaan digunakan oleh PDIP di 2013 dan diserahkan ke Baleg. Setelah berproses, justru mulai “dibongkar” oleh DPR sendiri,” jelasnya
Selain diusulkan oleh PDIP, pada tahun 2017 juga dijadikan usulan oleh Nasdem yang judulnya masih menyatakan UU Masyarakat Adat, tetapi begitu masuk di Baleg dan menjadi inisiatif DPR, judulnya sudah berubah. Ada hal-hal “aneh” yang dimasukkan, seperti pemerintah bisa mencabut status masyarakat adat yang mana Ini jauh bertentangan dengan semangat pengakuan. Ketika semangat pengakuan ada, justru Pemerintah akan menghilangkan status masyarakat adat.
“Jadi, draft sekarang yang ada di DPR buat kami juga bermasalah atau cacat. Ini akan sangat bermasalah karena justru tidak bisa memenuhi dan melindungi masyarakat adat, serta akan menjauhkan masyarakat adat dari cita-citanya untuk menjadi bagian dari Indonesia secara utuh dan bisa berkontribusi terhadap Indonesia,” pungkas Rukka. (meg)