oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Seorang pemimpin adalah teladan bagi orang lain dalam berbagai perilaku keseharian khususnya disaat berinteraksi dalam pelayanan. Sekecil apapun tindakan seorang pemimpin tentu akan menjadi bahan perhatian dan contoh bagi orang lain. Untuk itu, seorang pemimpin haruslah berkomitmen untuk mampu menjadi contoh kebaikan agar orang lain dapat bersedia meniru kebaikan serupa.
Teladan terbaik dalam kepemimpinan ada pada diri Rasulullah saw, baik dalam tanggungjawabnya, kepeduliannya termasuk pula antusiasmenya dalam berinteraksi dengan orang lain. Demikian disebutkan dalam alquran tentang akhlaq dan keteladanan Nabi (QS. Al Ahzab, ayat 21). Keteladanan sikap kepemimpinan adalah sebuah power kepemimpinan tersendiri yang mampu mempengaruhi orang lain, itulah yang disebut dengan personal power.
Seorang pemimpin haruslah mampu menjadi sosok pribadi yang indah dan layak dicontoh oleh orang lain. Suatu sikap yang harusnya dimiliki oleh seorang pemimpin saat berinteraksi dalam pelayanan terhadap publik adalah bersikap antusias. Dan salah satu sikap antusiasme adalah banyak senyum. Senyuman adalah wujud antusiasme atas kehadiran orang lain yang mendorong orang merasa dihargai. Senyuman adalah virus yang menular. Manakala seseorang tersenyum pada orang lain maka pasti akan berbalas senyuman pula. Hal ini menandakan pertemuan dua wajah yang tersenyum sedang berada dalam penerimaan yang sama.
Perhatikan Rasulullah, Beliau lebih suka tersenyum saat menegur seseorang atau ketika menasehati umatnya. Beliau juga menyatakan bahwa senyum itu adalah sedekah. Bahkan menganjurkan tersenyum sebagai tindakan yang sepele namun berdampak besar bagi interaksi manusia. Bahkan kebanyakan dari tawanya adalah dalam bentuk senyuman. Yang paling sering muncul dari senyumannya adalah menampakkan gigi geraham depannya. Beliau akan tertawa atau tersenyum pada hal-hal yang lucu atau yang dianggapnya mengagumkan. Disebutkan dalam hadits Abdullah bin Harits bin Jaza ra meriwayatkan, “Rasulullah SAW tidak pernah tertawa melainkan dengan tersenyum.” (HR. At-Tirmidzi). Demikian pula dalam hadits Aisyah meriwayatkan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Namun, tertawanya beliau adalah dengan tersenyum.” (HR. Bukhari)
Senyuman adalah salam penerimaan bagi orang lain dan penghormatan atas keberadaan orang lain. Senyuman adalah fitrah manusia, ia dimiliki oleh bayi. Sehingga barangsiapa yang berinteraksi dengan bayi pasti tersenyum, hal ini menandakan bahwa senyuman adalah fitrah kemanusiaan.
Sebagai seorang pemimpin dan pelayan ummat, Rasulullah adalah sosok teladan yang sangat indah perilaku dan sikapnya dikala berinteraksi dengan orang lain dan akan membuat siapapun saja yang berhubungan dengannya semakin tertarik dan menyenangkan. Perhatikan beberapa keindahan sikap perilaku Nabi berikut : Beliau senantiasa mengawali salam ke siapa saja yang dilihatny bahkan tidak ada seorangpun yang mendahuluinya dalam mengucapkan salam. Ketika menjabat tangan seseorang, beliau tidak pernah melepaskannya terlebih dulu. Beliau bergaul dengan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap orang berpikir bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang paling mulia di mata Rasulullah. Bila memandang seseorang, beliau tidak memandang sinis pada siapapun saja. Beliau tidak pernah memelototi wajah seseorang. Beliau senantiasa menggunakan tangan saat mengiyaratkan sesuatu dan tidak pernah mengisyaratkan dengan mata atau alis. Beliau lebih banyak diam dan baru akan berbicara bila perlu. Saat bercakap-cakap dengan seseorang, beliau mendengarkan dengan baik. Senantiasa menghadapkan badan kepada lawan bicaranya.
Bahkan dalam berkomunikasi dengan orang lain beliau menyusun kalimat yang mampu memotivasi orang lain tanpa merendahkan. Bahkan siapapun saj yang berinteraksi dengan beliau akan merasa sangat terhormat karena Rasulullah menempatkan diri mereka sebagai manusia yang istimewa. Beliau memperlakukan seseorang melakukan kesalahan dengan penuh kasih sayang, beliau tidak pernah menyampaikannya kepada orang lain. Tidak pernah mencela seseorang yang salah ucap. Tidak pernah berdebat dan berselisih dengan siapapun. Tidak pernah memotong pembicaraan orang lain kecuali bila orang tersebut bicara sia-sia dan batil.
Dalam hal komunikasi publik beliau senantiasa mengulang-ulangan jawaban atas sebuah pertanyaan agar jawabannya tidak membingungkan pendengarnya. Bila mendengar ucapan yang tidak baik dari seseorang, beliau tidak mengatakan mengapa si fulan berkata demikian, tapi beliau mengatakan, ‘bagaimana mungkin sebagian orang mengatakan demikian?’ Tidak pernah merendahkan seseorang. Tidak pernah memaki atau memanggil seseorang dengan gelar yang jelek. Tidak pernah mengutuk orang-orang sekitar dan keluarganya. Tidak pernah mencari-cari aib orang lain.
Terhadap orang lain terlebih terhadap para sahabatnya, Rasulullah senantiasa menanyakan kabar dan keadaan para sahabatnya. Senantiasa memanggil nama sahabat-sahabatnya dengan panggilan yang terbaik. Intinya Rasulullah memperlakukan orang lain secara terhormat sehingga setiap orang merasakan bahwa dirinya adalah orang baik yang kemudian mampu mendorong dan memotivasi orang lain untuk menjadi baik dengan kesadarannya sendiri.
Demikianlah harusnya sosok seorang pemimpin terbaik, yaitu mampu menjadikan sikap perilakunya sebagai contoh teladan yang dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan. Komunikasi pelayanan publik dalam sudut pandang profetik sangat menekankan pentingnya komunikasi kepemimpinan yang penuh keteladanan dan dapat menjadi contoh kebaikan bagi orang lain. Selamat mencoba.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB