KANAL24, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pemerintah membenahi regulasi yang menghambat pertumbuhan industri rokok, mulai dari sisi pertanian hingga tata niaga tembakau.
Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana mengungkapkan, hasil pertanian dan perkebunan yang berkontribusi besar terhadap PDB selama ini selalu disusupi oleh banyak kebijakan. Beberapa kebijakan itu tak hanya menghambat pertumbuhan industri rokok, bahkan mengkerdilkan.
“Proses pengkerdilan industri hasil tembakau (IHT) terjadi berseri. Banyak kebijakan yang menghambat industri rokok dan regulasi yang menekan itu terjadi secara berturut-turut,” ujar Danang pada acara “Diseminasi Hasil: Kajian Kemitraan dalam Pertanian Tembakau” di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Dia mencontohkan, regulasi yang menghambat industri rokok terkait dengan pembatasan iklan rokok yang peraturannya diterbitkan pada 2009. “Pada 2017 juga ada aturan terkait packaging rokok. Nantinya, kemasan rokok hanya berwarna putih saja tanpa merek. Ada kecenderungan membunuh industri ini,” papar Danang.
Selain itu, lanjut Danang, sejumlah pemerintah daerah juga mengeluarkan perda-perda yang membatasi pertumbuhan IHT. “Banyak pemda yang terkait pembatasan area merokok, bahkan mengatur hingga ke tingkat pedagang rokok eceran,” ucapnya.
Dia berharap, pemerintah juga mengatur inovasi-inovasi dari perusahaan rokok elektrik ( vape ) yang akan menekan pertumbuhan industri rokok, termasuk perusahaan-perusahaan rokok berskala besar.
“Sekarang makin banyak inovasi rokok tanpa tembakau. Bagaimana pemerintah menyikapi hal-hal tersebut yang menghantam industri maupun perusahaan rokok besar,” ujar Danang.
Perlu diketahui, saat ini terdapat lima perusahaan rokok berskala besar yang merupakan perusahaan publik, yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Bentoel International Tbk (RMBA), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC).
Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB), Nunung Nuryantoro berpendapat, keberpihakan pemerintah terhadap IHT yang berkontribusi besar terhadap PDB akan membantu perekonomian nasional.
“Peningkatan produktivitas melalui kemitraan dengan petani akan meningkatkan produksi tembakau, sehingga bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri atau bisa menekan impor tembakau. Akhirnya, bisa menekan current account deficit ,” papar Nunung.
Nunung menyebutkan, kemitraan dalam pertanian tembakau bisa dilakukan melalui skema kemitraan inti plasma atau kontrak jual-beli. “Kemitraan diyakini akan mempengaruhi secara positif produktivitas petani mitra. Namun, harga tembakau dalam negeri harus dijaga agar tetap stabil,” imbuhnya.
Menurutnya, skema kemitraan petani tembakau membutuhkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan mediator, khususnya untuk memitigasi konflik antara petani mitra dengan perusahaan. “Peran pemerintah juga untuk mengurangi praktik tengkulak yang akan memotong rantai perdagangan tembakau,” katanya. (sdk)