KANAL24, Malang – Pemberdayaan nelayan tidak hanya menyangkut aspek teknologi dan ekonomi semata. Namun aspek lain juga perlu dipergunakan dalam memberdayakan nelayan. Aspek tersebut adalah aspek sosial. Demikian diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Harsuko Riniwati dalam jumpa pers pengukuhan guru besar, Selasa (25/8/2020).
Menurutnya, aspek sosial belum tersentuh pembangunan di perikanan dan kelautan. Selama ini pemberdayaan masyarakat nelayan masih mengutamakan indikator ekonomi padahal aspek sosial juga menjadi hal yang penting. Ini ditujukkan dengan rendahnya indeks sosial pada masyarakat nelayan.
Strategi pembangunan masyarakat nelayan perlu dilakukan dengan melakukan pendekatan yang berbeda yakni menambahkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang menyentuh aspek sosial yang bersifat intangible (tidak berwujud).
“Perlu diketahui, pengelolaan sektor kelautan dan perikanan menggunakan enam IKU yaitu pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), nilai tukar nelayan (NTN), volume produksi, nilai produksi, rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan (RTP) dan rata-rata pendapatan nelayan. Bila dilihat dari enam IKU tersebut, Indonesia sudah berhasil. Namun nyatanya kemiskinan masih melekat pada masyarakat nelayan,” kata Profesor ke 265 UB itu.
Lanjutnya, masyarakat nelayan masih saja rentan terhadap berbagai resiko usaha penangkapan ikan yaitu resiko musim, cuaca, fluktuasi harga, armada yang kecil, teknologi sederhana, persaingan di daerah pesisir, sumberdaya milik Bersama, over fishing, konflik kepentingan dengan nelayan lokal, pelaku industri dan nelayan asing, penggunaan alat yang destruktif, perubahan sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Dengan demikian pembangunan yang hanya berorientasi ekonomi saja belum mampu menyelesaikan permasalahan.
Indikator dalam menghitung IPM adalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Indonesia pada level global masih relatif rendah. Peringkat IPM Indonesia berada para posisi ke 113 dari 189 negara tahun 2016 dan menjadi posisi ke 111 dari 189 negara pada tahun 2019.
Perbandingan antara IPM perempuan dan IPM laki-laki merupakan indeks pembangunan gender (IPG). Indeks yang menunjukkan kapabilitas dasar manusia yang sama dengan IPM tetapi secara khusus memberi tekanan pada pencapaian yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan adalah IPG. Dari sisi indeks pemberdayaan gender (IDG), juga terjadi perbedaan antara kualitas sumberdaya laki-laki dibandingkan perempuan. Indikatorpemberdayaan gender mencakup dimensi keterwakilan di parlemen, pengambilan keputusan dan distribusi pendapatan.
“Permasalahan utama atau akar permasalahannya adalah metode pendekatan pembangunan perikanan belum lengkap dan pendekatan pemberdayaan diperlukan paradigma yang berbeda atau paradigma baru. Paradigma yang baru tersebut yakni mengawali pemberdayaan dari pengambilan keputusan terhadap sumberdaya berbasis modal sosial yang bersifat intangible, serta mengembangkan motivasi intrinsik karena terbukti sebagai faktor dan mediator yang kuat terhadap peningkatan kinerja pembangunan masyarakat nelayan secara menyeluruh,” pungkasnya. (Meg)