oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Salah satu dari tujuan komunikasi adalah memotivasi orang lain agar bersedia melakukan sesuatu sebagaimana maksud komunikator. Memotivasi orang lain untuk berbuat kebaikan dan menjauh dari keburukan bukanlah sesuatu yang mudah. Karena seringkali berhadapan dengan pribadi yang beragam baik tingkat pemahaman, pendidikan, kebiasaan dan perilaku. Pada realitas personal yang berbeda tentu juga akan berbeda pula pendekatan dalam memotivasinya menuju sebuah perubahan pribadi kearah yang lebih baik (personal development).
Perspektif profetik memiliki pendekatan yang unik dalam memotivasi seseorang agar terdorong melakukan kebaikan dan mencegah orang lain dalam melakukan keburukan. Metode motivasi profetik ini tergambarkan dalam teks sumber wahyu berikut :
فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ
Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (QS. Al-Anbiya’, Ayat 90)
Berdasarkan teks sumber wahyu diatas, terdapat dua metode dalam memotivasi dalam perspektif komunikasi profetik yaitu metode Targhib dan Tarhib. Targhib berasal dari kata Raghiba yang artinya suka, senang, mencintai. Jadi targhib berarti suatu metode untuk motivasi seseorang biasanya dengan cara menyampaikan iming-iming janji akan adanya banyak kebaikan di balik sesuatu manakala seseorang melakukannya. Metode ini biasanya dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat merangsang seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya. Targhib adalah janji yang disertai bujukan dengan rayuan untuk
menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Artinya janji kenikmatan bukanlah sesuatu yang diperoleh pada saat ini melainkan simpanan kebaikan kelak saat di akhirat. Targhib ini sekaligus mengajarkan tentang adanya kehidupan kembali setelah kehidupan dunia realitas saat ini. Metode ini digunakan pada seseorang yang mudah termotivasi manakala diberi imbalan. Tujuan dari metode targhib ini agar orang lebih bersemangat dalam melakukan kebaikan. Beberapa contoh teks sumber wahyu pada metode targhib ini antara lain :
إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٞ كَبِيرٞ
kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS.Hud, Ayat 11).
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (QS. Ali ‘Imran, Ayat 133)
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, (QS. Ali ‘Imran, Ayat 134)
وومن يتق الله يجعل له مخرجا. وَیَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَیۡثُ لَا یَحۡتَسِبُۚ وَمَن یَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥۤۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَـٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَیۡءࣲ قَدۡرࣰا
Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya akan menjadikan baginya jalan keluar dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq, Ayat 2-3).
Contoh targhib dalam sabda Nabi :
ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة. رواه مسلم
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.” (HR Muslim)
Jadi targhib adalah metode komunikasi motivasional dengan cara menawarkan janji kebaikan bagi orang yang bersedia melakukannya sehingga mereka lebih bersemangat untuk melakukannya dengan keyakinan bahwa pada perilaku itu ada banyak kebaikan yang kelak akan dia peroleh di akhirat. Janji pahala adalah berupa simpanan kebaikan yang akan kembali pada dirinya kelak dalam kehidupan selanjutnya.
Sedangkan tarhib berasal dari kata rahhaba, yang artinya takut. Tarhib bisa berarti ancaman, resiko atau menakut-nakuti. Artinya metode ini memberikan motivasi dengan nada ancaman agar seseorang tidak melakukannya sebab apabila melakukannya akan berdampak keburukan bagi para pelakunya. Metode ini digunakan untuk memotivasi seseorang yang “cukup kebal” dengan janji pahala sehingga perlu ditakut-takuti. Contoh teks sumber wahyu tentang tarhib sebagaimana berikut :
ثُمَّ لَنَحۡنُ أَعۡلَمُ بِٱلَّذِينَ هُمۡ أَوۡلَىٰ بِهَا صِلِيّٗا. وَإِن مِّنكُمۡ إِلَّا وَارِدُهَاۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتۡمٗا مَّقۡضِيّٗا. ثُمَّ نُنَجِّي ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّنَذَرُ ٱلظَّٰلِمِينَ فِيهَا جِثِيّٗا
Selanjutnya Kami sungguh lebih mengetahui orang yang seharusnya (dimasukkan) ke dalam neraka. Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan.
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut (QS. Maryam, Ayat 70-72)
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ ﴿١٥٩﴾ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allâh dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah :159-160)
Contoh tarhib dalam sabda nabi :
اتقوا اللاعنين قالو وما اللاعنان يارسول الله؟ قال الذي يتخلى في طرق الناس او في ظلمهم
Artinya : “Jauhilah dua penyebab laknat”, Mereka bertanya “apa itu dua penyebab laknat ya Ras’ulullah?”, Rasul menjawab “Orang yang buang hajat dijalan manusia atau tempat yang biasa dijadikan bernaung.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَحْفَظُ عِلْمًا فَيَكْتُمُهُ إِلَّا أُتِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada seseorang yang hafal suatu ilmu, namun dia menyembunyikannya, kecuali dia akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan dikekang dengan tali kekang dari neraka”. (HR. Ibnu Majah, no. 261)
Metode tarhib dimaksudkan agar orang termotivasi untuk meninggalkan atau menjauh dari perilaku yang dijadikan objek ancaman itu. Sehingga seseorang diharapkan ada rasa takut untuk melakukannya dan selalu menjaga dirinya agar menjauh dari ancaman itu. Sehingga mendorong seseorang untuk bertanggung jawab atas tindakan dan perilaku yang dilakukannya.
Kedua metode ini dimaksudkan agar seseorang terus berupaya melakukan kebaikan dengan penuh semangat untuk mewujudkan tindakan dan perilaku terbaik sehingga seseorang selalu berada dalam budaya kebaikan dan menjadikan realitas dirinya sebagai pribadi yang terbaik. Sebaliknya dengan metode tarhib akan menjaga diri seseorang dari perbuatan yang buruk dan terjauh dari berbagai keburukan perilaku sehingga terselamatkan dari kehancuran dan kebinasaan di kehidupan dunia dan akhirat kelak. Kedua metode ini mendorong seseorang untuk semakin meyakini akan adanya realitas kehidupan pasca kehidupan di dunia ini bahwa disana ada pertanggungjawaban atas perilaku sehingga mendorong orang untuk bertanggungjawab dan bersungguh-sungguh atas segala tindakannya di dunia ini.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB