Kanal24, Malang – Generasi Z (Gen Z) kini menjadi salah satu kelompok usia terbesar yang memasuki dunia kerja. Namun, seiring berkembangnya tuntutan dunia kerja modern, soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, problem-solving, inisiatif, dan proaktivitas menjadi kendala utama yang menghambat adaptasi mereka. Meskipun seringkali dianggap lebih melek teknologi, Gen Z menghadapi berbagai tantangan terkait kemampuan non teknis yang esensial dalam pekerjaan sehari-hari. Hal ini disampaikan dalam channel youtube Coach Anez.
Soft skills, yang meliputi kemampuan komunikasi, kolaborasi, problem-solving, serta inisiatif dan proaktivitas, masih menjadi area yang membutuhkan perhatian khusus. Data dari survei terhadap 1.151 individu Gen Z menunjukkan bahwa sejumlah kompetensi seperti active listening, menerima feedback, dan manajemen stres berada pada kategori merah, menandakan perlunya pengembangan signifikan.
Misalnya, dalam aspek kolaborasi, mereka sering kali kesulitan menerima feedback secara konstruktif. Padahal, kemampuan ini sangat penting dalam kerja tim dan untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis. Active listening, bagian integral dari komunikasi, juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak individu Gen Z yang mampu mempresentasikan ide mereka dengan baik, tetapi kurang dalam mendengarkan secara efektif dan memahami kebutuhan pihak lain.
Salah satu penyebab utama dari masalah ini adalah ketidakselarasan antara apa yang diajarkan di institusi pendidikan dan kebutuhan perusahaan. Perubahan teknologi yang cepat sering kali membuat keterampilan yang dipelajari menjadi usang. Hal ini menuntut kemampuan adaptasi atau agility, serta kemampuan belajar yang efektif (learn how to learn). Namun, banyak dari Gen Z yang masih kurang dalam kedua hal tersebut.
Sebagai contoh, komunikasi dan kolaborasi, dua aspek yang seharusnya saling melengkapi, justru menunjukkan hasil yang kontras. Data menunjukkan bahwa kemampuan influence atau memengaruhi orang lain berada pada tingkat yang cukup baik, tetapi komunikasi dan kolaborasi masih berada pada tingkat yang memerlukan pengembangan signifikan. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun Gen Z mampu meyakinkan orang lain, mereka sering kali kesulitan memahami dan menanggapi kebutuhan tim atau rekan kerja.
Gen Z juga sering mendapat stigma sebagai generasi yang kurang tangguh dalam menghadapi tantangan. Dalam survei yang sama, kemampuan mereka untuk mengatasi stres dan menyelesaikan masalah berada pada kategori rendah. Misalnya, ketika dihadapkan pada situasi sulit, sebagian dari mereka cenderung menghindar atau memerlukan waktu lebih lama untuk “healing,” yang sering kali menjadi bahan kritik dari generasi sebelumnya.
Namun, penting untuk memahami bahwa pendekatan berbeda diperlukan untuk membantu Gen Z menghadapi tantangan ini. Perusahaan dapat memberikan pelatihan intensif dalam soft skills, termasuk manajemen waktu, pengendalian diri, dan pengambilan keputusan yang cepat. Selain itu, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan resiliensi melalui mentoring dan feedback konstruktif dapat menjadi solusi jangka panjang.
Rekomendasi untuk Mengatasi Kesenjangan Soft Skills
Untuk menjembatani kesenjangan ini, baik institusi pendidikan maupun perusahaan memiliki peran penting. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Pelatihan Soft Skills: Memberikan pelatihan berkelanjutan yang fokus pada komunikasi, kolaborasi, dan manajemen stres.
- Meningkatkan Kemampuan Active Listening: Melatih kemampuan mendengarkan secara aktif agar Gen Z lebih responsif terhadap kebutuhan rekan kerja dan atasan.
- Peningkatan Agility: Mengintegrasikan konsep belajar cepat dan efektif di lingkungan pendidikan dan pelatihan kerja.
- Meningkatkan Kesadaran Diri: Mendorong mereka untuk lebih proaktif dalam mencari feedback dan menggunakannya untuk pengembangan diri.
Soft skills menjadi tantangan utama bagi Gen Z di dunia kerja. Dengan memberikan perhatian lebih pada pelatihan dan pengembangan keterampilan ini, baik institusi pendidikan maupun perusahaan dapat membantu generasi muda ini mencapai potensi penuh mereka. Pada akhirnya, kolaborasi antara semua pihak menjadi kunci untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih adaptif, tangguh, dan siap menghadapi tantangan masa depan. (nid/erc)