Islam sebagai agama penyempurna atas risalah para nabi-nabi dan rasul utusan Allah yang datang sebelumnya. Sekalipun sejatinya agama para nabi sebelumnya adalah satu yaitu Islam. Namun ummat para nabi sebelumnya banyak melakukan penyimpangan, pengkhianatan dengan membelokkan dari garis lurus risalah para nabinya. Islam sebagai penyempurna tentu telah memiliki konsepsi yang sangat lengkap tentang bagaimana mengatur perilaku manusia dalam menjalani berbagai aktifitasnya di kehidupan dunia ini.
Berbagai penyimpangan atas risalah para nabi menjadikan para ummatnya membuat agama baru untuk diri mereka melalui kebiasaan-kebiasaan, budaya hingga cerita-cerita yang dibelokkan dari peristiwa dan nilai aslinya. Muncullah agama yahudi yang merujuk pada ummat nabi musa dan agama nasrani yang merujuk pada ummat nabi isa. Yang pertama disebutkan oleh Allah sebagai kelompok yang dimurkai, al maghduub. Dan kelompok yang kedua, disebut dengan sebutan “adh dhalliinn’ yaitu kelompok yang tersesat. Sebagai kelompok yang dimurka karena tidak hanya merubah nilai-nilai ketuhanan yang dititipkan oleh Allah kepada para nabinya namun bahkan merek membunuhi para nabi yang diutus oleh Allah pada mereka. Sementara kelompok yang disebut sesat karena mereka keluar dari jalan lurus yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Sebagai sebuah satu-satunya agama yang diridhoi Allah swt, islam telah sempurna dan lengkap dalam mengatur aktifitas manusia, bahkan Rasulullah saw telah menetapkan karakteristik yang khas bagi ummatnya untuk dijadikan acuan identitas pembeda. Rasulullah saw sangatlah peduli atas identitas yang khas ini, sebagaimana dalam sabdanya,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)
Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)
Perhatian dan kepedulian Rasulullah saw atas identitas yang khas dimaksudkan agar kaum muslimin, baik dalam bersikap dan bertindak tidak mudah meniru ummat agama lainnya khususnya pada ucapan maupun tindakan dalam segala hal apapun, namun haruslah membangun sikap berbeda, membuat sesuatu yang baru namun tetap merujuk pada aturan dan contoh yang telah diteladankan oleh Nabi muhammad dari para sahabatnya, generasi terbaik ummat islam.
Karakteristik dan identitas yang khas dalam ucapan, semisal panggilan atas seseorang dengan laqab yang baik yang disukai oleh, Nabi mencontohkan dengan panggilan Ashhiddiq untuk Abu Bakar, al faruq untuk Umar ibn Khatthab dsb. Dalam tindakan dan perilaku, cara berjalan, cara bicara, cara berdebat, cara berbusana, cara makan minum. Bahkan termasuk pula dalam konteks perilaku sosial lainnya, seperti sistem ekonomi, sistem politik dan perilaku politik, membangun seni budaya.
Semua itu telah dicontohkan dengan sempurna oleh Nabi Muhammad saw agar dapat diduplikasi oleh ummatnya. Sebagian gambaran akhlaq nabi yang khas antara lain : Rendah Hati, Tidak berkata-kata kecuali seperlunya saja, berkata yang baik atau diam, Sangat sederhana, Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, Tidak mencela nikmat, Selalu tersenyum, Penuh kasih sayang, Suka memaafkan, Jujur kepada siapapun, Memelihara penglihatan dengan menundukkan pandangan, Memelihara lidah dengan berkata jujur dan Lemah lembut serta tidak menyakitkan, Menjauhi prasangka buruk, Tidak pernah meloloti wajah seseorang, Tidak mencela orang yang berbuat kesalahan melainkan menyinggung perilakunya, Senantiasa menerima hadiah, Selalu memuji dan mendukung pekerjaan yang baik dan melarang perbuatan jelek, Selalu menanyakan kabar sahabat-sahabat dekat, Tidak pernah menolak permintaan kecuali permintaan buruk, Tidak sedih dan marah karena kehilangan dunia. Banyak lagi lainnya.
Semua perilaku nabi itu adalah cerminan dari anjuran alquran tentang perilaku terbaik ummat islam. Sehingga Sayyidatina Aisyah RA merangkum akhlak Nabi Muhammad SAW dalam 3 kata: “Akhlaknya adalah Alquran”. Di riwayat lain, Aisyah juga berkata: “Beliau adalah manusia terbaik akhlaknya. Tak pernah berbuat keji atau berkata keji. Tak pernah gaduh di pasar. Tak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi memaafkan dan menjabat tangan”.
Dalam berpakaian pun islam menegaskan pentingnya kharakteristik yang khas agar menjadi identitas yaitu dengan cara berpakaian yang sederhana tidak berlebihan serta menutupi aurat, baik laki-laki maupun perempuan dengan warna yang tidak mencolok serta tidak menampakkan lekukan tubuh. Semuanya harus tertutup dengan pakaian yang rapi, bersih dan tampak indah. Karena Allah itu suka pada keindahan. Semua anjuran ini hanyalah dimaksudkan agar ummat islam memiliki karakteristik dan identitas yang khas dan spesifik agar menjadi ummat yang berwibawa dihadapan ummat lainnya.
Namun manakala ummat islam telah kehilangan identitasnya dengan meniru pada cara berpikir dan cara bertindak serta berperilaku termasuk berpakaian ummat di luar islam maka pada saat itulah akan hilang kewibawaannya dan identitasnya. Jika seseorang sudah kehilangan identitas maka hilang pulalah jati dirinya dan hilanglah kediriannya sehingga tidak lagi berharga dan mulia dihadapan ummat lainnya.
Untuk itu jadilah pribadi muslim yang khas dengan menunjukkan perilaku sebagai seorang muslim yang khas pula. Seremeh apapun tindakan dengan niatan untuk meniru sikap perilaku nabi maka hal itu adalah bernilai ibadah dan merupakan ciri cinta kepada Nabi serta menjadi jalan mendapatkan syafaatnya. Semoga kita mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad saw kelak disaat kita membutuhkannya di akhirat. Aamiiinn….